Ustadz M. Al Khatthat: Wahabi itu Anti Khilafah

Ustadz M. Al Khatthat: Wahabi itu Anti Khilafah

Ahad (5/6) pagi di masjid Raya Bogor, Baranang Siang digelar acara Tabligh Akbar dengan tema Intervensi asing dalam penegakkan Syari’at Islam. Pembicara yang hadir dalam acara tersebut adalah, Ustadz M. Achwan (Amir Binniyabah JAT), Ustadz M. Al Khaththath (Sekjen FUI), Ustadz Abu Al Izz (Ketua FAPB) dan Ustadz Abdul Qadir Djaelani.

Ada yang berbeda dalam acara Tabligh Akbar tersebut saat Ustadz M. Al Khaththath bercerita bahwa beliau pernah di cap kafir dan dhollun mundhillun (sesat menyesatkan). Hal ini berkaitan dengan pengalaman beliau dalam menyikapi pemilu. 

“Saya sendiri sudah pernah mendapatkan julukan kafir itu. Saya Muhammad Al Khaththath Sekjen Forum Umat Islam yang selama ini berjuang bersama ormas-ormas Islam bahkan melawan Densus 88, kita teriak di KOMNASHAM, kita teriak di DPR/MPR, kita melawan ketidak  adilan Densus 88 dan Thaghut BNPT, tapi saya mendapat gelar bahwa saya sudah kafir karena mendukung Demokrasi. Ini dalam rangka supaya teman-teman yang berjuang menegakkan syari’at Islam tidak suka sama saya karena saya mendukung demokrasi.

Bahkan di Hizbut Tahrir sendiri juga dikembangkan bahwa saya itu Dhollun mudhillun  artinya sesat dan menyesatkan, saya dianggap telah menyesatkan orang-orang Hizbut Tahrir sehingga kemudian pro kepada demokrasi. Gara-garanya saya cuma pro pemilu, pemilu apa menurut saya? pemilu untuk melahirkan kepemimpinan yang mengubah system dari system demokrasi kepada system Islam.”

Meski pro Pemilu Al Khaththath tak mau dikatakan kalau dia pro demokrasi, ia menganalogikan dengan orang-orang yang masih memiliki KTP dan uang.

“Kalau segala hal yang berkaitan dengan system itu sudah pasti pro system maka anda jangan punya KTP, jangan anda punya uang, karena uang anda itu dari parlemen Indonesia, banknya system demokrasi. Kalau anda katakan; kalau punya uang uang berarti mendukung system demokrasi, mari uangnya kumpulkan di sini, saya ambil saya pakai berjuang. Giliran pas uang, teman-teman saya di Hizbut Tahrir tidak mau menyerahkan uangnya, tidak apa-apa kalau uang katanya.”

Yang lebih controversial lagi Al Khaththath juga mengungkapkan bahwa Wahabi itu anti khilafah, sebagaimana disebutkan dalam kitab Kaifa Hudimatil Khilafah yang ditulis oleh seorang ulama Hizbut Tahrir Abdul Qadim Zallum

“Saya dulu pernah ditanya, ada kiyai NU yang telpon saya; pak Ustadz Al Khaththtath, anda dan Hizbut Tahrir punya program untuk menghancurkan maulid, memberantas maulid, anda anti maulid, anda anggota GAM (Gerakan Anti Maulid). Saya bilang; tidak, saya biasa ngisi maulid di Jabotabek. Saya Tanya; kenapa pak? Jawabnya; sebab ada orang hizbut tahrir yang ceramah dia mengaku wahabi, dia anti maulid dan akan menghancurkan maulid. Saya katakan; setahu saya, tidak ada yang wahabi dalam Hizbut Tahrir. Karena apa? Karena wahabi itu anti khilafah sebagaimana disebutkan dalam kitab Hizbut Tahrir yang berjudul kaifa hudimatil khilafah (bagaimana khilafah dihancurkan). Kemudian saya bilang; saya heran pak, di NU kok ada yang anti khilafah, apa dia wahabi juga? Maka kemudian akhirnya dia pusing sendiri.”

Dalam sesi tanya jawab salah seorang penanya mengungkapkan bahwa demokrasi juga merupakan bentuk intervensi asing. Ia juga menanyakan tentang keberhasilan perjuangan penegakkan syari’ah lewat parlemen mengingat sebelumnya partai Islam Masyumi di masa Orla telah melakukan hal serupa.

mantan Pimpinan HTI ini pun menanggapi, beliau bercerita lewat pengalamannya saat amir Hizbut Tahrir Internasional mempersilahkan kader-kader HTI masuk ke dalam parlemen dengan syarat melalui Hizbut Tahrir yang harus mendaftar sebagai partai politik resmi.

“Saya pernah berdiskusi dengan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir waktu kemarin beliau beberapa kali walk out dalam persidangan, saya ngobrol dengan beliau dari pagi sampai siang.

Saya katakan; begini ustadz Abu, saya dulu waktu jadi pimpinan Hizbut Tahrir Indonesia saya pernah diminta beberapa partai untuk mencalonkan kader-kader Hizbut Tahrir agar menjadi anggota parlemen dari partai-partai tersebut, partai Islam tentunya. Maka karena saya sebagai pimpinan Hizbut Tahrir Indonesia dan saya terkait dengan Hizbut Tahrir Internasional, saya kirim kepada Amir Hizbut Tahrir Internasional tentang permintaan partai-partai islam ini. Jawaban dari amir Hizbut Tahrir Internasional adalah kalau seandainya di Negara anda memungkinkan untuk berbicara secara terang, secara nyata, secara vulgar bahwa anda berjuang di dalam parlemen atau di dalam kampanye-kampanye yang anda lakukan untuk melakukan perubahan system; dari system kufur kepada system Islam, dari system demokrasi kepada system Islam, dari system sekuler kepada system islam, anda berjuang seperti itu tidak masalah, silahkan. Tetapi kami mensyaratkan bahwa anda masuk ke dalam parlemen dengan nama partai anda sendiri. Artinya kami diperintah untuk maju ke parlemen dengan mendaftarkan Hizbut Tahrir sebagai partai politik resmi. Ini pendapat Hizbut Tahrir, anda tidak sependapat dengan kami tidak ada masalah.” 

“Kalau bicara kemungkinan di dalam parlemen berhasil atau tidak? Saya katakan mungkin, karena ini perjuangan. Tapi kalau anda katakan bahwa; kok dulu Masyumi masuk parlemen tidak berhasil. Lha saya mau Tanya, anda di luar parlemen kapan berhasilnya? Anda juga belum berhasil. Kalau anda di luar parlemen sudah berhasil saya akan mengikuti pendapat anda. “       

Acara yang dihadiri ratusan hadirin yang sebagian besar berasal dari JAT, kemudian diakhiri dengan penjelasan singkat Ustadz M. Achwan bahwa adanya perbedaan pendapat dengan Ustadz M. Al Khaththath.

“Biar bagaimanapun juga tidak bisa dilepaskan tanggung jawab di hadapan Allah, mungkin kita ada perbedaan persepsi dengan Ustadz Muhammad Al Khaththath. Jadi kami Jamaah Ansharut Tauhid bukan tergetnya kemenangan, yang kita targetkan adalah mendapatkan ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh sebab itu Ustadz Abu Bakar Ba’asyir sudah mengarang buku bagaimana pemahaman Islam, bagaimana memperjuangkan Islam sudah ditetapkan. Kita akan berpegang kepada Sunnah Rasul tidak akan keluar dari konteks itu. Yang tidak ada contoh dari Rasul tidak akan kita lakukan karena tujuan kita mardhotillah bukan kemenangan atau sukses.”  [muslimdaily.net

Peliculas Online

Tidak ada komentar: