ANCAMAN RUU INTELIJEN NEGARA TERHADAP PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA

“ANCAMAN RUU INTELIJEN NEGARA TERHADAP  PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA”

MOMENTUM tahun ke 13 pasca-reformasi dan ± 2 tahun lagi menyambut pesta demokrasi Pemilu 2014, akhirnya Rezim SBY-Budiono mengajukan Rancangan Undang Undang (RUU) Intelijen. Mengesankan. Dan, sepatutnya RUU membangun ekspektasi reformasi intelijen Negara baru bagi masyarakat Indonesia. Khususnya, jaminan hak asasi manusia (HAM) dan penegakan hukum yang notabene sebelumnya kerap terlanggar operasi intelijen.

Secara the fact bangsa kita belum mampu melupakan rapot merah rezim Orde Baru di mana eksistensi intelijen ekstra kuat dan dominan. Bukan rahasia umum, aparat intelijen menangkap tanpa surat, memeriksa tanpa batas waktu, bahkan orang "hilang" tanpa kabar. Bukti yang sulit dielak, raibnya puluhan aktivis prodemokrasi menjelang runtuhnya rezim Soeharto. Mereka bukan ditangkap Polri atau TNI secara resmi. Namun, mereka tak ada yang kembali ke rumah sampai saat ini. Siapa yang melakukan? Kendati tak ada bukti dan saksi yang sahih, pastinya bukan orang awam atau organisasi kemasyarakatan yang melakukan.

Kegelisahan nasional atas munculnya rencana pemerintah dan lembaga legeslatif untuk mendesak pengesahan RUU Intelijen Negara pada tahun 2011 INI,  juga menjadi konsentrasi dan kegelisahan bersama kawan-kawan di Sumatera Utara. Hal ini diwujudkan dengan dibentuknya aliansi KOMJEN (Koalisi Masyarakat Sipil Sumut Mengawal RUU Intelijen Negara) yang terdiri dari beberapa OMS/LSM/Media Individu, akademisi yang juga concern pada konteks ancaman RUU Intelijen Negara terhadap nilai - nilai demokrasi, penegakan HAM dan jaminan atas proses hukum  yang fair.

Dalam catatan kritis KOMJEN yang terdesiminasi dari beberapa diskusi yang telah bergulir tercatat ada “7 RAPOT MERAH terkait ancaman RUU Intelijen Negara terhadap Penegakan Hukum di Indonesia” di antaranya:

Ancaman Kewenangan Penangkapan 7 x 24 Jam oleh Badan Intelijen Negara bertentangan dengan asas dasar hukum formal KUHAP bahwa BIN tidak merupakan aparat hukum yang berwenang;Ancaman terhadap akses bantuan pendampingan hukum ;Kewajiban dasar Negara dalam melakukan perlindungan hukum atas warga negaranya berupa pendampingan bantuan hukum dan/atau akses  pendampingan bantuan hukum tidak diatur dengan tegas dalam RUU Intelijen Negara terhadap tersangka dalam operasi intelijen;

Ancaman Kewenangan Penyadapan versus RUU Penyadapan Mengacu kepada Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 006/PPU-1/2003; No. 012-016-019/PUU-IV/2006; No. 5/PUU-VIII/2010, MK berpendapat perlu ditetapkan perangkat peraturan tersendiri tentang penyadapan setingkat undang-undang untuk mencegah kemungkinan penyalahgunaan kewenangan untuk penyadapan dan perekaman. Dengan demikian pembahasan RUU Intelijen sudah sepantasnya berbarengan dengan pembahasan RUU tentang Penyadapan demi kepentingan keselarasan pengaturan penyadapan intelijen.

Ancaman RUU Intelijen Negara VS RUU Keamanan Nasional :Bahwa mengacu pada konsideran menimbang huruf d :” bahwa untuk memberikan kepastian hukum dan sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat, penyelenggaraan intelijen negara sebagai lini pertama dari Keamanan Nasional perlu diatur secara lebih komprehensif”. Tidak sinkron dengan prioritas RUU Keamanan Nasional yang seharusnya lebih awal di bentuk dan disahkan. (RUU Kamnas masuk dalam Prioritas Prolegnas 2011 (No. 67 dan 68 dari 88 RUU= pemerintah).

Ancaman RUU Intelijen Negara VS RUU Rahasia Negara :Ancaman pengaturan rahasia intelijen yang juga masuk pada kategorisasi kerahasiaan Negara (Pasal 29 RUU IN) belum sinkron dengan RUU Intelijen Negara yang juga belum purna dan masuk pada Prioritas Prolegnas Tahun 2011 No.66 dari 88 RUU.

Ancaman RUU Intelijen Negara VS Instrumen Internasional dan Nasional Tentang HAMBahwa mengacu pada konsideran mengingat yang hanya memuat UUDNRI 1945 pasal 20, pasal 21 dan pasal 28j (yang hanya mencakup pengecualian) tanpa memuat instrument internasional yang telah dan akan diratifikasi serta instrument UU HAM No.39/1999. Ada merupakan ancaman yang mendasar secara subsantif karena konsideran ini merupakan rujukan atau referensi implementasi RUU Intelijen Negara ini.

Ancaman RUU Intelijen Negara VS UU Kebebasan Informasi Publik (Nomor 14/2008)Bahwa dalam konsideran UU KIP juga tidak menjadi bagian refrensi perundang-undangan yang seharusnya juga masuk sebagai jaminan atas hak “rights to know” kerja-kerja intelijen Negara yang  tetap tunduk pada otoritas politik dan terikat pada prinsip akuntabilitas politik, hukum dan financial.

Kami yang tergabung dalam KOMJEN  mendesak kepada parlemen dan pemerintah untuk tidak melakukan pembahasan dan pengesahan RUU Intelijen Negara secara instan sehingga  tetap memenuhi partisipasi semua stakeholders  untuk memberikan masukan dan pandangan di dalam upaya pembentukan RUU Intelijen Negara,  sebagaimana disyaratkan dalam UU No. 10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pembuatan Peraturan perundang-undangan.

Kami sangat mengapresiasi sikap anggota parlemen DPR RI  yang menolak rencana pemberian kewenangan menangkap untuk intelijen di dalam RUU Intelijen. Sudah seharusnya pembentukan Undang-Undang Intelijen dapat menjamin sinkronisasi antara kebutuhan negara dalam menjaga keamanan nasional dan jaminan serta perlindungan kebebasan masyarakat sipil dalam bernegara dan berdemokrasi.

Kantor LBH Medan, 4 Mei 2011

Muh.Fadly Sudiro                      Bekmi Darusman                          Ahmad Irwandi Lubis, SH

Koordinator KOMJEN            Sekretaris KOMJEN            Kadiv. HAM LBH Medan/Koor.Tim Kampnye. KOMJEN

Peliculas Online

Tidak ada komentar: