Keutamaan Wudhu
Dari Humran bekas budak Utsman radhiyallahu’anhu. Humran berkata:
سَمِعْتُ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ وَهُوَ بِفِنَاءِ الْمَسْجِدِ فَجَاءَهُ الْمُؤَذِّنُ عِنْدَ الْعَصْرِ فَدَعَا بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ ثُمَّ قَالَ وَاللَّهِ لأُحَدِّثَنَّكُمْ حَدِيثًا لَوْلاَ آيَةٌ فِى كِتَابِ اللَّهِ مَا حَدَّثْتُكُمْ إِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « لاَ يَتَوَضَّأُ رَجُلٌ مُسْلِمٌ فَيُحْسِنُ الْوُضُوءَ فَيُصَلِّى صَلاَةً إِلاَّ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الصَّلاَةِ الَّتِى تَلِيهَا ».
Aku mendengar Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu ketika dia berada di halaman masjid kemudian datang seorang mu’adzin menjelang waktu Ashar tiba. Maka Utsman meminta diambilkan air wudhu, lalu dia berwudhu. Setelah itu dia berkata, “Demi Allah, sungguh aku akan menceritakan kepada kalian sebuah hadits. Kalaulah bukan karena suatu ayat di dalam Kitabullah niscaya aku tidak akan menuturkannya kepada kalian. Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidaklah seorang muslim berwudhu dan membaguskan wudhunya kemudian mengerjakan sholat melainkan Allah akan mengampuni dosa-dosanya sejak saat itu sampai sholat yang berikutnya.’.” (HR. Muslim dalam Kitab at-Thaharah)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« إِذَا تَوَضَّأَ الْعَبْدُ الْمُسْلِمُ – أَوِ الْمُؤْمِنُ – فَغَسَلَ وَجْهَهُ خَرَجَ مِنْ وَجْهِهِ كُلُّ خَطِيئَةٍ نَظَرَ إِلَيْهَا بِعَيْنَيْهِ مَعَ الْمَاءِ – أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ – فَإِذَا غَسَلَ يَدَيْهِ خَرَجَ مِنْ يَدَيْهِ كُلُّ خَطِيئَةٍ كَانَ بَطَشَتْهَا يَدَاهُ مَعَ الْمَاءِ – أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ – فَإِذَا غَسَلَ رِجْلَيْهِ خَرَجَتْ كُلُّ خَطِيئَةٍ مَشَتْهَا رِجْلاَهُ مَعَ الْمَاءِ – أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ – حَتَّى يَخْرُجَ نَقِيًّا مِنَ الذُّنُوبِ
».
“Apabila seorang hamba muslim atau mukmin berwudhu, kemudian dia membasuh wajahnya maka akan keluar dari wajahnya bersama air itu -atau bersama tetesan air yang terakhir- segala kesalahan yang dia lakukan dengan pandangan kedua matanya. Apabila dia membasuh kedua tangannya maka akan keluar dari kedua tangannya bersama air itu -atau bersama tetesan air yang terakhir- segala kesalahan yang dia lakukan dengan kedua tangannya. Apabila dia membasuh kedua kakinya maka akan keluar bersama air -atau bersama tetesan air yang terakhir- segala kesalahan yang dia lakukan dengan kedua kakinya, sampai akhirnya dia akan keluar dalam keadaan bersih dari dosa-dosa.” (HR. Muslim dalam Kitab at-Thaharah)
Faidah:
Setelah menerangkan kandungan hadits di atas, an-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Di dalam hadits ini terdapat pula dalil untuk membantah kaum Rafidhah/Syi’ah dan argumentasi yang meruntuhkan pendapat mereka yang menyatakan bahwa yang wajib adalah cukup mengusap kedua kaki -tidak membasuhnya, pent-.” (Syarh Muslim [3/34]).
Hal itu disebabkan di dalam hadits ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjanjikan keluarnya dosa itu dari kaki apabila orang yang berwudhu itu membasuh kakinya, maka ini menunjukkan bahwa mengusapnya -sebagaimana yang dianut oleh kaum Rafidhah- tidaklah mencukupi. Sungguh benar apa yang dikatakan oleh an-Nawawi -semoga Allah merahmatinya- dan alangkah jeleknya ucapan kaum Rafidhah!
Dari Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ جَسَدِهِ حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَظْفَارِهِ ».
“Barang siapa yang berwudhu dan membaguskan wudhunya, maka akan keluarlah dosa-dosa dari badannya, sampai-sampai ia akan keluar dari bawah kuku-kukunya.” (HR. Muslim dalam Kitab at-Thaharah)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« أَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ ». قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ « إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الصَّلاَةِ فَذَلِكُمُ الرِّبَاطُ
».
“Maukah kutunjukkan kepada kalian sesuatu yang dapat menjadi sebab Allah menghapuskan dosa-dosa dan meninggikan derajat.” Mereka -para sahabat- menjawab, “Tentu saja mau, wahai Rasulullah.” Maka beliau menjawab, “Yaitu menyempurnakan wudhu dalam kondisi yang tidak menyenangkan, memperbanyak langkah menuju masjid, dan menunggu sholat berikutnya sesudah mengerjakan sholat, maka itulah ribath.” (HR. Muslim dalam Kitab at-Thaharah)
an-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksud isbaghul wudhu’ adalah menyempurnakannya. Adapun yang dimaksud kondisi yang tidak menyenangkan adalah dingin yang sangat menusuk, luka yang ada di badan, dan lain sebagainya.” (Syarh Muslim [3/41] cet. Dar Ibn al-Haitsam).
Berniat
Dari Umar bin al-Khatthab radhiyallahu’anhu, dia berkata:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَإِنَّمَا لاِمْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
».
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya setiap amal dinilai berdasarkan niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan balasan sesuai dengan apa yang dia niatkan. Barang siapa yang hijrahnya karena Allah dan rasul-Nya maka hijrahnya itu akan diterima oleh Allah dan rasul-Nya. Dan barang siapa yang hijrahnya karena perkara dunia yang ingin dia peroleh atau karena wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya hanya akan mendapat balasan sebagaimana yang diniatkannya.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Imarah, diriwayatkan juga oleh Bukhari)
Membaca bismilah sebelum wudhu
Dari Rabah bin Abdurrahman bin Abu Sufyan bin Huwaithib dari neneknya dari bapaknya, dia (bapaknya, yaitu Sa’id bin Zaid, pent) berkata :
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا وُضُوءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ
Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada wudhu bagi orang yang tidak menyebut nama Allah padanya.” (HR. Tirmidzi, dihasankan oleh al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Tirmidzi [1/25] namun dilemahkan oleh Ibnul Jauzi dalam al-’Ilal al-Mutanahiyah [1/337] as-Syamilah).
Imam Tirmidzi rahimahullah mengatakan, “Ahmad bin Hanbal mengatakan, ‘Aku tidak mengetahui di dalam bab ini satu hadits pun yang sanadnya bagus’. Ishaq mengatakan, ‘Apabila ada yang meninggalkan tasmiyah -ucapan bismillah- secara sengaja maka dia harus mengulangi wudhu, namun apabila dia lupa atau menta’wil maka dinilai sah wudhunya itu.’ Muhammad bin Isma’il -Imam Bukhari- mengatakan, ‘Riwayat yang paling bagus di dalam bab ini adalah hadits Rabah bin Abdurrahman -yaitu hadits di atas-.’.” (Sunan Tirmidzi [1/37] as-Syamilah)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لاَ وُضُوءَ لَهُ وَلاَ وُضُوءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى عَلَيْهِ
“Tidak ada sholat bagi orang yang tidak berwudhu. Dan tidak ada wudhu bagi orang yang tidak menyebut nama Allah ta’ala atasnya.” (HR. Abu Dawud, disahihkan al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Abu Dawud [1/179] as-Syamilah)
Syaikh al-Albani rahimahullah mengomentari hadits riwayat Abu Dawud di atas, “Saya katakan, ‘Ini adalah hadits yang sahih’. Pendapat ini dikuatkan oleh al-Mundziri dan al-Hafizh al-’Asqalani. Hadits ini dinilai hasan oleh Ibnu as-Shalah -dalam Nata’ij al-Afkar-. al-Hafizh Ibnu Katsir mengatakan, ‘Ini adalah hadits hasan atau sahih.’ Ibnu Abi syaibah mengatakan, ‘Ini hadits yang sah’.” (Shahih Abu Dawud [1/168-169] as-Syamilah)
Dari Katsir bin Zaid. Dia berkata: Rubaih bin Abdurrahman bin Abu Sa’id al-Khudri menuturkan kepadaku dari bapaknya dari kakeknya Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu, dia berkata:Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ وُضُوءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرِ اسْمَ اللهِ عَلَيْهِ
“Tidak ada wudhu bagi orang yang tidak menyebut nama Allah atasnya.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya, diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah dan dinilai hasan oleh al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah [1/68], hadits ini dilemahkan oleh Ibnul Jauzi dalam al-’Ilal al-Mutanahiyah[1/337] as-Syamilah)
Setelah memaparkan jalur-jalur hadits dalam bab ini, akhirnya al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkesimpulan, “Yang tampak -dari hasil penelitian ini- adalah bahwasanya hadits-hadits tersebut sebagai satu kesatuan memunculkan kekuatan -periwayatan- sehingga menunjukkan bahwasanya hadits ini memang memiliki asal-usul yang jelas.” (Talkhish al-Habir [1/257], hal ini pun disetujui oleh al-Albani sebagaimana dalam Shahih Abu Dawud [1/171] as-Syamilah)
Mendahulukan bagian yang kanan
Dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha, beliau berkata,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ فِي تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ وَفِي شَأْنِهِ كُلِّهِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya sangat menyukai mendahulukan yang kanan dalam hal mengenakan sandal, bersisir, bersuci, dan dalam segala macam urusan beliau.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-Wudhu’)
Membasuh kedua telapak tangan tiga kali
Dari Ibnu Syihab yang mengatakan bahwa Atha’ bin Yazid al-Laitsi mengabarkan kepadanya
أَنَّ حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ أَخْبَرَهُ أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ دَعَا بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْمِرْفَقِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ لَا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ قَالَ ابْنُ شِهَابٍ وَكَانَ عُلَمَاؤُنَا يَقُولُونَ هَذَا الْوُضُوءُ أَسْبَغُ مَا يَتَوَضَّأُ بِهِ أَحَدٌ لِلصَّلَاة
Humran bekas budak Utsman memberitakan kepadanya bahwa Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu meminta diambilkan air wudhu kemudian dia berwudhu dengan membasuh kedua telapan tangannya sebanyak tiga kali. Kemudian dia berkumur-kumur dan ber-istintsar (mengeluarkan air yang dihirup ke hidung, pent). Kemudian dia membasuh wajahnya tiga kali. Kemudian dia membasuh tangan kanannya hingga siku sebanyak tiga kali. Kemudian dia membasuh tangan kiri seperti itu pula. Kemudian dia mengusap kepalanya. Kemudian dia membasuh kaki kanannya hingga mata kaki sebanyak tiga kali. Kemudian dia membasuh kaki kiri seperti itu pula. Kemudian Utsman berkata: Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dulu berwudhu seperti yang kulakukan tadi. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang berwudhu seperti caraku berwudhu ini kemudian bangkit dan melakukan sholat dua raka’at dalam keadaan pikirannya tidak melayang-layang dalam urusan dunia niscaya dosa-dosanya yang telah berlalu akan diampuni.” Ibnu Syihab mengatakan, “Para ulama kita dahulu mengatakan bahwa tata cara wudhu seperti ini merupakan tata cara wudhu paling sempurna yang hendaknya dilakukan oleh setiap orang.” (HR. Muslim dalam Kitab at-Thaharah, diriwayatkan pula oleh Bukhari dalam Kitab al-Wudhu’ dengan redaksi yang agak berbeda)
Berkumur-kumur dan istinsyaq tiga kali
Dari Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim al-Anshari, sedangkan beliau adalah tergolong sahabat Nabi. Dia -Yahya- berkata:
قِيلَ لَهُ تَوَضَّأْ لَنَا وُضُوءَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَعَا بِإِنَاءٍ فَأَكْفَأَ مِنْهَا عَلَى يَدَيْهِ فَغَسَلَهُمَا ثَلَاثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ مِنْ كَفٍّ وَاحِدَةٍ فَفَعَلَ ذَلِكَ ثَلَاثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَغَسَلَ يَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَمَسَحَ بِرَأْسِهِ فَأَقْبَلَ بِيَدَيْهِ وَأَدْبَرَ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثُمَّ قَالَ هَكَذَا كَانَ وُضُوءُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Ada yang berkata kepada Abdullah bin Zaid, “Lakukanlah wudhu untuk kami sebagaimana tata cara wudhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Maka dia meminta dibawakan sebuah bejana -berisi air- kemudian dia mengambil air itu dengan telapak tangannya dan membasuh keduanya dengan air tersebut, hal itu dilakukannya sebanyak tiga kali. Kemudian dia masukkan tangannya untuk mengambil air kemudian dikeluarkannya untuk dipakai berkumur-kumur dan ber-istinsyaq/menghirup air ke hidung dari cidukan satu telapak tangan, dia melakukannya sebanyak tiga kali. Kemudian dia masukkan tangannya ke dalam air dan mengeluarkannya untuk membasuh wajahnya, dia melakukan itu sebanyak tiga kali. Kemudian dia masukkan tangannya ke dalam air dan mengeluarkannya untuk membasuh kedua tangannya hingga dua siku, hal itu dilakukannya sebanyak dua kali-dua kali (kanan dan kiri, pent). Kemudian dia masukkan tangannya ke dalam air dan dikeluarkannya untuk mengusap kepala dari arah depan ke belakang lalu kembali ke bagian depan lagi. Kemudian dia membasuh kedua kakinya hingga dua mata kaki. Kemudian dia mengatakan, “Demikianlah cara berwudhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Muslim dalam Kitab at-Thaharah, diriwayatkan pula oleh Bukhari dalam Kitab al-Wudhu’)
Dari Humran bekas budak Utsman,
أَنَّهُ رَأَى عُثْمَانَ دَعَا بِإِنَاءٍ فَأَفْرَغَ عَلَى كَفَّيْهِ ثَلاَثَ مِرَارٍ فَغَسَلَهُمَا ثُمَّ أَدْخَلَ يَمِينَهُ فِى الإِنَاءِ فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ وَيَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِى هَذَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ لاَ يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
».
Dulu dia pernah melihat Utsman radhiyallahu’anhu meminta diambilkan bejana lalu dia menyiramkan air di atas kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali dan membasuh keduanya. Kemudian dia masukkan tangan kanannya di dalam bejana lalu berkumur-kumur dan beristintsar. Kemudian dia membasuh wajahnya tiga kali dan kedua tangannya hingga siku tiga kali. Kemudian dia mengusap kepalanya. Kemudian dia membasuh kedua kakinya sebanyak tiga kali. Kemudian dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang berwudhu seperti wudhuku ini kemudian dia melakukan sholat dua raka’at dan pikirannya tidak melayang-layang dalam urusan dunia, maka dosa-dosanya yang telah berlalu akan diampuni.” (HR. Muslim dalam Kitab at-Thaharah, demikian juga Bukhari dalam Kitab al-Wudhu’)
Dari Hammam bin Munabbih, dia berkata:
هَذَا مَا حَدَّثَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ عَنْ مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَذَكَرَ أَحَادِيثَ مِنْهَا وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَنْشِقْ بِمَنْخِرَيْهِ مِنَ الْمَاءِ ثُمَّ لْيَنْتَثِرْ
».
Ini adalah hadits yang disampaikan oleh Abu Hurairah radhiyallahu’anhukepada kami dari Muhammad utusan Allah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu dia menyebutkan beberapa hadits, di antaranya adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Apabila salah seorang dari kalian berwudhu maka hiruplah air dengan kedua lubang hidungnya kemudian keluarkanlah.”(HR. Muslim dalam Kitab at-Thaharah)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَلْيَجْعَلْ فِى أَنْفِهِ مَاءً ثُمَّ لْيَنْثُرْ
“Apabila salah seorang di antara kalian berwudhu maka masukkanlah air ke dalam hidungnya kemudian keluarkanlah.” (HR. Abu Dawud [1/53] disahihkan al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Abu Dawud [1/218] as-Syamilah)
Berwudhu dengan sekali basuhan
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma, dia berkata,
تَوَضَّأَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّةً مَرَّةً
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berwudhu sekali-sekali -untuk tiap anggota badan yang dibersihkan- .” (HR. Bukhari dalam Kitab al-Wudhu’)
Berwudhu dengan dua kali basuhan
Dari Abdullah bin Zaid radhiyallahu’anhu
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu dua kali-dua kali (HR. Bukhari dalam Kitab al-Wudhu’).
Tidak boleh lebih dari tiga kali
Dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya,
أَنَّ رَجُلاً أَتَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ الطُّهُورُ فَدَعَا بِمَاءٍ فِى إِنَاءٍ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلاَثًا ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا ثُمَّ غَسَلَ ذِرَاعَيْهِ ثَلاَثًا ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ فَأَدْخَلَ إِصْبَعَيْهِ السَّبَّاحَتَيْنِ فِى أُذُنَيْهِ وَمَسَحَ بِإِبْهَامَيْهِ عَلَى ظَاهِرِ أُذُنَيْهِ وَبِالسَّبَّاحَتَيْنِ بَاطِنَ أُذُنَيْهِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ ثَلاَثًا ثَلاَثًا ثُمَّ قَالَ « هَكَذَا الْوُضُوءُ فَمَنْ زَادَ عَلَى هَذَا أَوْ نَقَصَ فَقَدْ أَسَاءَ وَظَلَمَ ». أَوْ « ظَلَمَ وَأَسَاءَ
».
Bahwa ada seorang lelaki yang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah cara bersuci?”. Maka beliau pun meminta dibawakan air di dalam ember lalu beliau membasuh kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali. Kemudian beliau membasuh wajahnya sebanyak tiga kali. Kemudian beliau membasuh kedua lengannya sebanyak tiga kali. Kemudian beliau mengusap kepalanya lalu memasukkan dua jari telunjuknya ke dalam telinganya dan mengusap bagian luar daun telinga dengan kedua ibu jarinya, sedangkan kedua ibu jarinya digunakan untuk mengusap bagian dalam telinganya. Kemudian beliau membasuh kedua kakinya sebanyak tiga kali-tiga kali. Kemudian beliau berkata, “Demikianlah tata cara berwudhu. Barang siapa yang menambah atasnya atau mengurangi, sungguh dia telah berbuat jelek atau melakukan kezaliman.” atau “Berbuat kezaliman atau melakukan kejelekan.” (HR. Abu Dawud [1/51] disahihkan an-Nawawi dalam Syarh Muslim [3/30] dan dinyatakan hasan sahih oleh al-Albani namun tanpa kata-kata ‘atau mengurangi’ sebab ini adalah lafazh yang syadz/menyimpang dalam Shahih wa Dha’if Sunan Abu Dawud [1/213] as-Syamilah. Lihat juga keterangan Ibnu Hajar yang mengisyaratkan hal ini di dalam Fath al-Bari [1/283])
Imam Bukhari rahimahullah mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menerangkan bahwa wajib wudhu dengan sekali basuhan/usapan untuk tiap anggota badan yang dibersihkan.Selain itu beliau juga berwudhu dua kali-dua kali, dan tiga kali-tiga kali. Namun, beliau tidak pernah lebih dari tiga kali. Para ulama tidak menyenangi perbuatan israf/berlebihan dalam hal itu dan melampaui perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Sahih Bukhari, sebagaimana yang dicetak bersama Fath al-Bari [1/281])
Boleh berbeda bilangan ketika membasuh
Dari Amr dari bapaknya, dia berkata:
شَهِدْتُ عَمْرَو بْنَ أَبِي حَسَنٍ سَأَلَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ زَيْدٍ عَنْ وُضُوءِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَعَا بِتَوْرٍ مِنْ مَاءٍ فَتَوَضَّأَ لَهُمْ وُضُوءَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَكْفَأَ عَلَى يَدِهِ مِنْ التَّوْرِ فَغَسَلَ يَدَيْهِ ثَلَاثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فِي التَّوْرِ فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ وَاسْتَنْثَرَ ثَلَاثَ غَرَفَاتٍ ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ يَدَيْهِ مَرَّتَيْنِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَمَسَحَ رَأْسَهُ فَأَقْبَلَ بِهِمَا وَأَدْبَرَ مَرَّةً وَاحِدَةً ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
Aku melihat Amr bin bin Abi Hasan bertanya kepada Abdullah bin Zaid radhiyallahu’anhu mengenai tata cara wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka dia pun meminta dibawakan sebuah ember yang berisi air. Kemudian dia berwudhu untuk mereka sebagaimana cara wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia mengambil air dengan tangan kemudian dituangkan di atas telapak tangannya dan membasuh kedua telapak tangan itu, sebanyak tiga kali. Kemudian dia memasukkan tangannya ke dalam ember lalu berkumur-kumur, beristinsyaq dan beristintsar dengan tiga kali cidukan telapak tangan. Kemudian dia masukkan tangannya ke dalam ember lalu membasuh wajahnya, sebanyak tiga kali. Kemudian dia membasuh kedua tangannya sebanyak dua kali hingga dua siku. Kemudian dia masukkan tangan ke dalam ember lalu mengusap kepalanya dari depan ke belakang terus ke depan lagi hanya sekali. Kemudian dia membasuh kedua kakinya hingga kedua mata kaki. (HR. Bukhari dalam Kitab al-Wudhu’, demikian juga Muslim dalam Kitab at-Thaharah)
Hadits ini menunjukkan bahwa boleh membedakan bilangan ketika membasuh. Sebagaimana yang dilakukan Abdullah bin Zaid radhiyallahu’anhu. Beliau membasuh telapak tangan dan wajah tiga kali, sedangkan tangan hanya dua kali. Adapun kepala hanya sekali. an-Nawawi rahimahullah berkata, “Perbuatan ini boleh dilakukan, dan wudhu dengan tata cara seperti ini dinilai sah tanpa ada keraguan padanya. Namun yang disunnahkan adalah membersihkan anggota wudhu tiga kali-tiga kali, sebagaimana sudah kami terangkan.” (Syarh Muslim [3/25])
Wajib meratakan basuhan ke semua bagian yang harus dibersihkan
Dari Abu Zubair dari Jabir. Dia berkata:
أَخْبَرَنِى عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ أَنَّ رَجُلاً تَوَضَّأَ فَتَرَكَ مَوْضِعَ ظُفُرٍ عَلَى قَدَمِهِ فَأَبْصَرَهُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ « ارْجِعْ فَأَحْسِنْ وُضُوءَكَ ». فَرَجَعَ ثُمَّ صَلَّى
.
Umar bin al-Khatthab radhiyallahu’anhu mengabarkan kepadaku bahwa ada seorang lelaki yang berwudhu dan meninggalkan bagian yang tidak dibasuh di atas kakinya seukuran kuku, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya. Maka beliau bersabda, “Kembalilah, perbaikilah wudhumu.” Lalu dia pun kembali dan kemudian mengerjakan sholat (HR. Muslim dalam Kitab at-Thaharah)
an-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Di dalam hadits ini terkandung pelajaran bahwa barang siapa yang meninggalkan sebagian kecil dari bagian yang seharusnya dibersihkan maka bersuci/thaharahnya dinilai tidak sah, ini merupakan perkara yang sudah disepakati.” Beliau juga mengatakan, “Hadits ini menunjukkan bahwa barang siapa yang meninggalkan anggota badan yang harus dibersihkan dalam keadaan tidak mengetahuinya maka thaharahnya tidak sah.” (Syarh Muslim [3/33] cet Dar Ibn al-Haitsam)
Membasuh wajah dengan kedua telapak tangan tiga kali
Dari Atha’ bin Yasar dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma,
أَنَّهُ تَوَضَّأَ فَغَسَلَ وَجْهَهُ أَخَذَ غَرْفَةً مِنْ مَاءٍ فَمَضْمَضَ بِهَا وَاسْتَنْشَقَ ثُمَّ أَخَذَ غَرْفَةً مِنْ مَاءٍ فَجَعَلَ بِهَا هَكَذَا أَضَافَهَا إِلَى يَدِهِ الْأُخْرَى فَغَسَلَ بِهِمَا وَجْهَهُ ثُمَّ أَخَذَ غَرْفَةً مِنْ مَاءٍ فَغَسَلَ بِهَا يَدَهُ الْيُمْنَى ثُمَّ أَخَذَ غَرْفَةً مِنْ مَاءٍ فَغَسَلَ بِهَا يَدَهُ الْيُسْرَى ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ ثُمَّ أَخَذَ غَرْفَةً مِنْ مَاءٍ فَرَشَّ عَلَى رِجْلِهِ الْيُمْنَى حَتَّى غَسَلَهَا ثُمَّ أَخَذَ غَرْفَةً أُخْرَى فَغَسَلَ بِهَا رِجْلَهُ يَعْنِي الْيُسْرَى ثُمَّ قَالَ هَكَذَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ
Suatu saat dia berwudhu dan sedang membasuh wajahnya. Dia mengambil seciduk air dengan telapak tangan lalu dia berkumur-kumur dengannya dan ber-istinsyaq. Kemudian dia mengambil seciduk air dengan satu telapak tangannya dan dituangkannya di atas telapak tangan yang satunya, kemudian dengan kedua belah telapak tangan itu dia membasuh wajahnya. Kemudian dia mengambil seciduk air untuk membasuh tangan kanannya, lalu mengambil seciduk air lagi untuk membasuh tangan kirinya. Kemudian dia mengusap kepalanya. Kemudian dia mengambil seciduk air dengan telapak tangannya lalu disiramkannya sedikit demi sedikit di kaki kanannya hingga terbasuh dengan sempurna. Kemudian dia mengambil seciduk lagi untuk membasuh kakinya, yaitu yang sebelah kiri. Kemudian dia -Ibnu Abbas- mengatakan, “Demikian itulah aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan wudhu.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-Wudhu’)
Menyela-nyelai jenggot
Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا تَوَضَّأَ أَخَذَ كَفًّا مِنْ مَاءٍ فَأَدْخَلَهُ تَحْتَ حَنَكِهِ فَخَلَّلَ بِهِ لِحْيَتَهُ وَقَالَ هَكَذَا أَمَرَنِي رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ
Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dulu apabila berwudhu maka beliau mengambil air dengan telapak tangannya kemudian dia masukkan ke bawah dagunya dan menyela-nyelai jenggotnya dengan air tersebut. Lantas beliau mengatakan, “Demikianlah yang diperintahkan oleh Rabbku ‘azza wa jalla.” (HR. Abu Dawud, disahihkan al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Abu Dawud [1/223] as-Syamilah)
Dari Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُخَلِّلُ لِحْيَتَهُ
Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu biasa menyela-nyelai jenggotnya (HR. Tirmidzi dan beliau mengatakan hadits ini hasan sahih, disahihkan al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Tirmidzi [1/31]. Imam Tirmidzi mengatakan, “Muhammad bin Isma’il -yaitu Imam Bukhari- mengatakan bahwa riwayat paling sahih dalam bab ini adalah hadits yang dibawakan oleh ‘Amir bin Syaqiq dari Abu Wa’il dari Utsman bin Affan -yaitu hadits di atas-.” (Sunan Tirmidzi [1/53] as-Syamilah)
Membasuh tangan hingga siku, kanan tiga kali lalu kiri tiga kali
Habban bin Wasi’ menuturkan bahwa bapaknya menceritakan kepadanya
Habban bin Wasi’ menuturkan bahwa bapaknya menceritakan kepadanya
أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ زَيْدِ بْنِ عَاصِمٍ الْمَازِنِيَّ يَذْكُرُ أَنَّهُ رَأَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ فَمَضْمَضَ ثُمَّ اسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا وَيَدَهُ الْيُمْنَى ثَلَاثًا وَالْأُخْرَى ثَلَاثًا وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ بِمَاءٍ غَيْرِ فَضْلِ يَدِهِ وَغَسَلَ رِجْلَيْهِ حَتَّى أَنْقَاهُمَا قَالَ أَبُو الطَّاهِرِ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ الْحَارِثِ
Suatu ketika dia mendengar Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim al-Mazini radhiyallahu’anhu teringat bahwa dahulu dia melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu. Ketika itu, beliau berkumur-kumur kemudian beristintsar (mengeluarkan air dari hidung). Kemudian beliau membasuh wajahnya sebanyak tiga kali. Lalu membasuh tangan kanannya tiga kali demikian juga yang sebelah kiri tiga kali. Lalu beliau mengusap kepalanya dengan air yang bukan sisa air yang dipakai untuk membasuh tangannya tadi. Dan kemudian beliau membasuh kedua kakinya hingga rata dan bersih. Abu Thahir mengatakan: Ibnu Wahb menuturkan kepada kami dari Amr bin al-Harits (HR. Muslim dalam Kitab at-Thaharah)
Mengusap seluruh rambut kepala cukup sekali
Dari Abdurrahman bin Abi Laila, dia berkata:
رَأَيْتُ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ تَوَضَّأَ فَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا وَغَسَلَ ذِرَاعَيْهِ ثَلَاثًا وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ وَاحِدَةً ثُمَّ قَالَ هَكَذَا تَوَضَّأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Aku melihat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu melakukan wudhu, maka dia membasuh wajahnya tiga kali, membasuh kedua lengannya tiga kali, dan mengusap rambut kepalanya sekali saja. Kemudian Ali berkata, “Demikianlah cara berwudhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Abu Dawud, disahihkan al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Abi Dawud [1/193] as-Syamilah)
Imam Tirmidzi rahimahullah mengatakan, “Banyak riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan bahwa beliau mengusap rambut kepalanya hanya sekali. Dan hal inilah yang diamalkan oleh mayoritas ahli ilmu dari kalangan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para ulama setelah mereka. Inilah yang dipegang oleh Ja’far bin Muhammad, Sufyan ats-Tsauri, Ibnul Mubarak, as-Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq. Mereka berpendapat bahwa mengusap kepala cukup sekali saja.” (Sunan at-Tirmidzi [1/49] as-Syamilah)
Boleh mengusap tiga kali
Dari Humran, dia berkata:
رَأَيْتُ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ تَوَضَّأَ فَذَكَرَ نَحْوَهُ وَلَمْ يَذْكُرْ الْمَضْمَضَةَ وَالِاسْتِنْشَاقَ وَقَالَ فِيهِ وَمَسَحَ رَأْسَهُ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ ثَلَاثًا ثُمَّ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ هَكَذَا وَقَالَ مَنْ تَوَضَّأَ دُونَ هَذَا كَفَاهُ وَلَمْ يَذْكُرْ أَمْرَ الصَّلَاةِ
Aku melihat Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu berwudhu. Kemudian dia menceritakan sebagaimana hadits sebelum ini, namun di dalamnya dia tidak menceritakan berkumur-kumur dan istinsyaq. Dan di dalam riwayat itu disebutkan bahwa Humran mengatakan: Dia -Utsman- mengusap rambut kepalanya sebanyak tiga kali. Kemudian dia membasuh kedua kakinya tiga kali. Lalu Utsman mengatakan, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu demikian. Dan beliau bersabda, ‘Barang siapa yang berwudhu kurang dari ini maka hal itu pun mencukupi baginya.’ Dan dia tidak menyebutkan tentang perkara sholat (sebagaimana yang ada pada riwayat Muslim di atas, pent).” (HR. Abu Dawud, dinyatakan oleh al-Albani hasan sahih di dalam Shahih wa Dha’if Sunan Abu Dawud [1/185] as-Syamilah)
al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan bahwa pendapat yang menyatakan bahwa mengusap kepala tiga kali termasuk Sunnah (ajaran Nabi) adalah pendapat yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan Ibnul Mundzir dari Anas, Atha’ dan yang lainnya. Abu Dawud pun meriwayatkan keterangan itu -mengusap kepala tiga kali- melalui dua jalur yang salah satunya dinilai shahih oleh Ibnu Khuzaimah dan ulama yang lain. Di dalam riwayat itu disebutkan bahwa Utsman mengusap kepalanya sebanyak tiga kali, sedangkan tambahan keterangan dari perawi yang terpercaya/tsiqah adalah informasi yang harus diterima (ziyadatu tsiqah maqbulah, istilah dalam ilmu hadits, pen), demikian papar al-Hafizh (silakan periksa Fath al-Bari [1/313], lihat juga keterangan Syaikh Dr. Abdul ‘Azhim Badawi hafizhahullah dalam kitabnya al-Wajiz, hal. 35)
Abu Thayyib Muhammad Syamsul Haq al-’Azhim Abadi rahimahullah mengatakan, “Kesimpulan hasil penelitian dalam masalah ini menunjukkan bahwa hadits-hadits yang menyebutkan sekali usapan adalah lebih banyak dan lebih sahih, dan ia lebih terjaga keabsahannya daripada hadits yang menyebutkan tiga kali usapan. Meskipun hadits-hadits tiga kali usapan tersebut juga berderajat sahih melalui sebagian jalannya, akan tetapi ia tidak bisa mengimbangi kekuatan hadits-hadits tersebut. Maka yang semestinya dipilih adalah mengusap sekali saja, walaupun mengusap tiga kali juga tidak mengapa.” (‘Aun al-Ma’bud [1/132] as-Syamilah)
Kedua telinga termasuk bagian kepala yang harus diusap
Dari Utsman bin Abdurrahman at-Taimi. Dia berkata:
سُئِلَ ابْنُ أَبِي مُلَيْكَةَ عَنْ الْوُضُوءِ فَقَالَ رَأَيْتُ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ سُئِلَ عَنْ الْوُضُوءِ فَدَعَا بِمَاءٍ فَأُتِيَ بِمِيضَأَةٍ فَأَصْغَاهَا عَلَى يَدِهِ الْيُمْنَى ثُمَّ أَدْخَلَهَا فِي الْمَاءِ فَتَمَضْمَضَ ثَلَاثًا وَاسْتَنْثَرَ ثَلَاثًا وَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى ثَلَاثًا وَغَسَلَ يَدَهُ الْيُسْرَى ثَلَاثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَأَخَذَ مَاءً فَمَسَحَ بِرَأْسِهِ وَأُذُنَيْهِ فَغَسَلَ بُطُونَهُمَا وَظُهُورَهُمَا مَرَّةً وَاحِدَةً ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ ثُمَّ قَالَ أَيْنَ السَّائِلُونَ عَنْ الْوُضُوءِ هَكَذَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ
Ibnu Abi Mulaikah pernah ditanya mengenai wudhu, maka dia menjawab: Aku pernah melihat Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu ditanya tentang wudhu. Maka beliau meminta diambilkan air. Lalu didatangkan kepadanya sebuah timba berisi air lalu dia ambil air itu dengan memasukkan tangan kanannya ke dalam air. Kemudian dia berkumur-kumur tiga kali dan beristintsar tiga kali. Lalu dia membasuh wajahnya tiga kali. Kemudian dia membasuh tangan kanannya tiga kali dan membasuh tangan yang kiri juga tiga kali. Kemudian dia masukkan tangannya ke dalam timba itu dan mengambil air untuk mengusap kepala dan kedua daun telinganya. Dia membasuh (mengusap) bagian dalam kedua telinga itu dan bagian luarnya, dia melakukan itu hanya sekali. Kemudian dia membasuh kedua kakinya, lalu dia berkata, “Manakah orang-orang yang bertanya mengenai wudhu tadi? Demikian itu tadi cara berwudhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang aku saksikan.” (HR. Abu Dawud, dinyatakan hasan sahih oleh al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Abu Dawud [1/186] as-Syamilah)
Diterangkan oleh penulis Syarah Sunan Abu Dawud bahwa hadits ini menunjukkan bahwa untuk mengusap telinga dipakai air yang sama dengan air yang dipakai untuk mengusap kepala. Dan yang dimaksud dengan kata ‘ghasala’ (membasuh) dalam hadits di atas ketika menceritakan tata cara mengusap telinga, maksudnya adalah ‘mengusap’ (lihat ‘Aun al-Ma’bud [1/131] as-Syamilah)
Membasuh kaki hingga mata kaki, kanan tiga kali lalu kiri tiga kali
Humran bekas budak Utsman memberitakan,
أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ دَعَا بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْمِرْفَقِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ لَا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ قَالَ ابْنُ شِهَابٍ وَكَانَ عُلَمَاؤُنَا يَقُولُونَ هَذَا الْوُضُوءُ أَسْبَغُ مَا يَتَوَضَّأُ بِهِ أَحَدٌ لِلصَّلَاة
Bahwa Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu meminta diambilkan air wudhu kemudian dia berwudhu dengan membasuh kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali. Kemudian dia berkumur-kumur dan ber-istintsar (mengeluarkan air yang dihirup ke hidung, pent). Kemudian dia membasuh wajahnya tiga kali. Kemudian dia membasuh tangan kanannya hingga siku sebanyak tiga kali. Kemudian dia membasuh tangan kiri seperti itu pula. Kemudian dia mengusap kepalanya. Kemudian dia membasuh kaki kanannya hingga mata kaki sebanyak tiga kali. Kemudian dia membasuh kaki kiri seperti itu pula. Kemudian Utsman berkata: Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dulu berwudhu seperti yang kulakukan tadi. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang berwudhu seperti caraku berwudhu ini kemudian bangkit dan melakukan sholat dua raka’at dalam keadaan pikirannya tidak melayang-layang dalam urusan dunia niscaya dosa-dosanya yang telah berlalu akan diampuni.” Ibnu Syihab mengatakan, “Para ulama kita dahulu mengatakan bahwa tata cara wudhu seperti ini merupakan tata cara wudhu paling sempurna yang hendaknya dilakukan oleh setiap orang.” (HR. Muslim dalam Kitab at-Thaharah, diriwayatkan pula oleh Bukhari dalam Kitab al-Wudhu’ dengan redaksi yang agak berbeda)
Kaki tidak cukup diusap
Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu’anhuma, dia berkata:
تَخَلَّفَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنَّا فِي سَفْرَةٍ سَافَرْنَاهَا فَأَدْرَكَنَا وَقَدْ أَرْهَقْنَا الْعَصْرَ فَجَعَلْنَا نَتَوَضَّأُ وَنَمْسَحُ عَلَى أَرْجُلِنَا فَنَادَى بِأَعْلَى صَوْتِهِ وَيْلٌ لِلْأَعْقَابِ مِنْ النَّارِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tertinggal dari rombongan dalam sebuah perjalanan yang kami lakukan. Kemudian beliau berhasil menyusul kami sementara waktu ‘Ashar sudah hampir habis. Kami pun tergesa-gesa berwudhu dan hanya mengusap kaki kami. Maka beliau pun berseru dengan suara yang tinggi, “Celakalah tumit-tumit yang tidak terbasuh air karena ia akan terkena panasnya api neraka.” Beliau mengucapkannya dua atau tiga kali (HR. Bukhari dalam Kitab al-Wudhu’, demikian juga Muslim dalam Kitab at-Thaharah)
Dari Salim bekas budak Syaddad, dia berkata:
دَخَلْتُ عَلَى عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- يَوْمَ تُوُفِّىَ سَعْدُ بْنُ أَبِى وَقَّاصٍ فَدَخَلَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِى بَكْرٍ فَتَوَضَّأَ عِنْدَهَا فَقَالَتْ يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ أَسْبِغِ الْوُضُوءَ فَإِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « وَيْلٌ لِلأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ
».
Suatu saat aku menemui Aisyah radhiyallahu’anha istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu ketika hari wafatnya Sa’ad bin Abi Waqash radhiyallahu’anhu. Maka Abdurrahman bin Abi Bakr pun masuk dan berwudhu di sisinya. Lalu Aisyah mengatakan, “Wahai Abdurrahman, sempurnakanlah wudhu. Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Celakalah tumit-tumit -yang tidak terbasuh air itu- sebab ia terancam dengan api neraka.’.” (HR. Muslim dalam Kitab at-Thaharah)
Membaca doa setelah wudhu
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu’anhu, dia berkata:
كَانَتْ عَلَيْنَا رِعَايَةُ الْإِبِلِ فَجَاءَتْ نَوْبَتِي فَرَوَّحْتُهَا بِعَشِيٍّ فَأَدْرَكْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمًا يُحَدِّثُ النَّاسَ فَأَدْرَكْتُ مِنْ قَوْلِهِ مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَتَوَضَّأُ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهُ ثُمَّ يَقُومُ فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ مُقْبِلٌ عَلَيْهِمَا بِقَلْبِهِ وَوَجْهِهِ إِلَّا وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ قَالَ فَقُلْتُ مَا أَجْوَدَ هَذِهِ فَإِذَا قَائِلٌ بَيْنَ يَدَيَّ يَقُولُ الَّتِي قَبْلَهَا أَجْوَدُ فَنَظَرْتُ فَإِذَا عُمَرُ قَالَ إِنِّي قَدْ رَأَيْتُكَ جِئْتَ آنِفًا قَالَ مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ يَتَوَضَّأُ فَيُبْلِغُ أَوْ فَيُسْبِغُ الْوَضُوءَ ثُمَّ يَقُولُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ إِلَّا فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةُ يَدْخُلُ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ
و حَدَّثَنَاه أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ يَزِيدَ عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ الْخَوْلَانِيِّ وَأَبِي عُثْمَانَ عَنْ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرِ بْنِ مَالِكٍ الْحَضْرَمِيِّ عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ الْجُهَنِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَذَكَرَ مِثْلَهُ غَيْرَ أَنَّهُ قَالَ مَنْ تَوَضَّأَ فَقَالَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
و حَدَّثَنَاه أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ يَزِيدَ عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ الْخَوْلَانِيِّ وَأَبِي عُثْمَانَ عَنْ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرِ بْنِ مَالِكٍ الْحَضْرَمِيِّ عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ الْجُهَنِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَذَكَرَ مِثْلَهُ غَيْرَ أَنَّهُ قَالَ مَنْ تَوَضَّأَ فَقَالَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
Dahulu kami memiliki tugas menjaga unta yang digembalakan. Maka ketika datang orang lain yang akan menggantikanku, maka aku pun pulang meninggalkannya ketika waktu sore sudah tiba. Kemudian aku menjumpai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ketika itu sedang berdiri memberikan ceramah kepada orang-orang. Di antara sabda beliau yang kudengar adalah, “Tidaklah ada seorang muslim yang berwudhu dan membaguskan wudhunya lalu dia bangkit untuk melakukan sholat dua raka’at dengan hati dan wajah yang penuh konsentrasi di dalamnya melainkan dia pasti akan masuk ke dalam surga.” ‘Uqbah bin ‘Amir berkata: Aku mengatakan, “Alangkah indahnya hal ini.” Tiba-tiba orang lain yang berada di hadapanku berbicara, “Kata-kata sebelumnya lebih indah lagi.” Lalu aku perhatikan, ternyata orang itu adalah umar. Lalu Umar mengatakan, “Aku melihat kamu baru saja datang. [Nabi tadi mengatakan] Tidaklah ada seseorang di antara kalian yang berwudhu lalu menyempurnakan wudhunya kemudian setelah itu dia membaca doa ‘Asyhadu anlaa ilaaha illallaah wa anna Muhammadan ‘abdullah warasuluh’ melainkan akan dibukakan baginya delapan pintu surga yang dia akan dipersilakan untuk masuk melalui pintu mana pun yang dia inginkan.”
Imam Muslim mengatakan: Abu Bakr bin Abi Syaibah juga menuturkan kepada kami. Dia berkata: Zaid bin al-Hubab menuturkan kepada kami. Dia berkata: Mu’waiyah bin Shalih menuturkan kepada kami dari Rabi’ah bin Yazid dari Abu Idris al-Khaulani dan Abu Utsman dari Jubair bin Nufair bin Malik al-Hadhrami, dari ‘Uqbah bin ‘Amir al-Juhani radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, kemudian dia menyebutkan hadits serupa. Hanya saja di dalam hadits ini beliau mengatakan, “Barang siapa yang berwudhu lalu membaca ‘asyhadu an laa ilaaha illallaah wahdahu laa syariika lah wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuluh’.” (HR. Muslim dalam Kitab at-Thaharah)
2 komentar:
wahhhh gimana sobb buat artikel yang ada bahasa arabnya tuhh...
mksi infonya
makasih sob...
Posting Komentar