Tradisi Mencari Sanad Aly

Sanad Aly adalah sanad yang jumlah orang-orang terlibat dalam mata rantainya lebih sedikit dan kesemua orang tersebut adalah orang-orang terpercaya (tsiqah). Kebalikannya disebut Sanad Nazil; ialah bahwa orang-orang yang terlibat dalam mata rantainya lebih banyak. Sanad Aly memiliki potensi lebih kecil dari kemungkinan adanya kesalahan dalam mata rantai itu sendiri atau dalam redaksi (informasi) yang dibawa oleh mata rantai tersebut. Sementara Sanad Nazil sebaliknya, berpotensi mengandung kesalahan lebih besar. Karena itu tradisi para ulama saleh dahulu adalah berusaha sekuat tenaga mencari Sanad Aly. Lihat, sahabat dan murid-murid Abdullah ibn Umar yang berada di Kufah mengadakan perjalanan yang cukup jauh dan menyulitkan menuju Madinah hanya untuk mendengar dan belajar langsung kepada Umar ibn al-Khattab; yang padahal materi-materinya telah disampaikan oleh Abdullah ibn Umar. Tradisi mulia ini telah diceritakan oleh Imam Ahmad ibn Hanbal berkata:

طَلَبُ الإسْنَاد العَالِي سُنّة عَمّن سَلفَ، لأنّ أصْحَابَ عبْدِ الله كانُوا يَرحَلوْنَ مِنَ الكُوفَة إلَى المَدينَةِ فَيَتَعَلّمُوْنَ مِنْ عُمَرَ وَيَسْمَعُوْنَ مِنه
Mencari sanad aly adalah adalah tradisi dari para ulama salaf, karena para sahabat Abdullah ibn Umar mengadakan perjalanan dari Kufah ke Madinah hanya untuk belajar dan mendengar dari Umar”[3].

            Imam Ahmad ibn Hanbal juga meriwayatkan bahwa Imam Yahya ibn Ma’in; salah seorang Imam hadits terkemuka, di tengah sakit beliau menjelang wafatnya sempat ditawarkan kepada apakah yang dia inginkan saat itu? Beliau menjawab:

بَيْتٌ خَالِي وَسَنَدٌ عَالِي
“Aku ingin rumah sepi dan sanad aly”[4].

At-Talaqqi Bi al Musyafahah

Sudah menjadi kesepakatan Ulama Salaf dan Khalaf bahwa ilmu agama tidak diperoleh dengan membaca beberapa literatur agama, melainkan dengan belajar langsung (talaqqi) kepada seorang alim yang terpercaya (tsiqah) yang pernah berguru kepada seorang alim terpercaya, dan demikian seterusnya hingga berujung kepada Sahabat Nabi. Al-Hafizh Abu Bakr al-Khatib al-Baghdadi berkata:

لا يُؤْخَذُ الْعِلْمُ إلاّ مِنْ أفْوَاهِ الْعُلَمَاء
“Ilmu agama tidak dapat diambil kecuali dari lisan Ulama”.

Sebagian ulama Salaf mengatakan:

الّذِى يَأخُذُ الْحَديْثَ منَ الكُتب يُسَمّى صَحَفيّا وَالّذى يأخُذُ القرآنَ مِنَ الْمُصْحَفِ يُسَمّى مُصْحَفِيًّا وَلاَ يُسَمَّى قَارِئًا
“Orang yang mempelajari hadits dari kitab (tanpa guru) dinamakan shahafi (bukan Muhaddits), sedangkan orang yang mempelajari al-Qur'an dari mushaf (tanpa guru) dinamakan mushafi, tidak disebut qari’ ”.

Dan ini sesungguhnya dipahami dari sabda Rasulullah:

مَنْ يُرِدِ اللهُ بهِ خيرًا يُفَقّهْهُ فِى الدّيْن إنّمَا العلْمُ بالتّعَلّمِ وَالفقْهُ بالتّفقُّه رواه الطبراني
 “Barang siapa yang dikehendaki oleh  Allah baginya suatu kebaikan, maka Allah mudahkan baginya seorang guru yang mengajarinya Ilmu-Ilmu Agama, Sesungguhnya ilmu agama (diperoleh) dengan cara belajar kepada seorang alim, begitu pula fiqih".  (HR. ath-Thabarani)

Tidak ada komentar: