Pertanyaan:
Siapakah Al-Khidir itu? Apakah ia seorang Nabi atau
wali? Apakah ia hidup sampai saat ini sebagaimana dikatakan
oleh banyak orang? Sebagian orang-orang yang saleh telah
melihat dan berjumpa dengannya. Apabila masih hidup, dimana
ia tinggal? Mengapa beliau tidak muncul dan tidak
mengajarkan ilmunya kepada orang-orang, khususnya di zaman
sekarang? Saya harapkan mendapat penjelasan yang memuaskan.
Jawab:
Al-Khidir adalah hamba yang saleh dan disebutkan oleh Allah
Ta'ala dalam Surat Al-Kahfi, yaitu sebagai teman sayidina
Musa as. Dimana Nabi Musa as. belajar kepadanya.
Al-Khidir mensyaratkan kepadanya agar bersabar. Maka Musa
menyanggupinya. Al-Khidir berkata, "Bagaimana kamu dapat
bersabar atas sesuatu yang kamu belum mempunyai pengetahuan
yang cukup tentang hal itu?" Al-Khidir tetap menyertai Musa.
Ia adalah seorang hamba yang diberi rahmat oleh Allah dan
ilmu dari sisi-Nya. Musa terus berjalan bersamanya dan
melihat Al-Khidir telah melobangi perahu. Maka Musa berkata,
"Apakah engkau melubanginya supaya penumpangnya tenggelam?"
Cerita selanjutnya telah disebutkan dalam Surat Al-Kahfi.
Musa merasa heran atas perbuatannya, hingga Al-Khidir
menerangkan kepadanya sebab-musabab dari perbuatan yang
dilakukan itu.
Pada akhir pembicaraannya, Al-Khidir berkata,
"Bukanlah aku melakukan itu menurut kemauanku sendiri.
Demikian itu adalah penjelasan dari perbuatan-perbuatan yang
kamu tidak dapat bersabar atasnya." Maksudnya, semua
perbuatan itu hanyalah karena kemauan Allah Ta'ala.
Sebagian orang berkata tentang Al-Khidir:
Ia hidup sesudah Musa hingga zaman Isa, kemudian zaman Nabi
Muhammad saw, ia sekarang masih hidup, dan akan hidup hingga
Kiamat. Ditulis orang kisah-kisah, riwayat-riwayat dan
dongeng-dongeng bahwa Al-Khidir menjumpai si Fulan dan
memakaikan kirqah (pakaian) kepada si Fulan dan memberi
pesan kepada si Fulan.
Sama sekali tidak adil pendapat yang mengatakan bahwa
Al-Khidir masih hidup - sebagaimana anggapan sementara orang
- tetapi sebaliknya, ada dalil-dalil dari Al-Qur'an, Sunnah,
akal dan ijma, diantara para ulama dari ummat ini bahwa
Al-Khidir sudah tiada.
Saya anggap cukup dengan mengutip keterangan dari kitab
Al-Manaarul Muniif fil-Haditsish-Shahih wadl-Dla'if
karangan Ibnul Qayyim.
Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan dalam kitab itu
ciri-ciri dari hadis maudlu, yang tidak diterima dalam
agama.
Diantara cirinya ialah "hadis-hadis yang menceritakan
tentang Al-Khidir dan kehidupannya." Semuanya adalah dusta.
Tidak satu pun hadis yang shahih.
Di antara hadis maudlu, itu ialah hadis yang berbunyi:
"Bahwa Rasulullah saw. sedang berada di masjid, ketika itu
beliau mendengar pembicaraan dari arah belakangnya. Kemudian
beliau melihat, ternyata ia adalah Al-Khidir."
Juga hadis, "Al-Khidir dan Ilyas berjumpa setiap tahun." Dan
hadis, "Jibril, Mikail dan Al-Khidir bertemu di Arafah."
Ibrahim Al-Harbi ditanya tentang umur Al-Khidir yang panjang
dan bahwa ia masih hidup. Maka beliau menjawab "Tidaklah ada
yang memasukkan paham ini kepada orang-orang, kecuali
setan."
Imam Bukhari ditanya tentang Al-Khidir dan Ilyas, apakah
keduanya masih hidup? Maka beliau menjawab, "Bagaimana hal
itu terjadi?" Nabi saw. telah bersabda, "Tidaklah akan hidup
sampai seratus tahun lagi bagi orang-orang yang berada di
muka bumi ini." (H.r. Bukhari-Muslim) .
Banyak imam lainnya yang ketika ditanya tentang hal itu,
maka mereka menjawab dengan menggunakan Al-Qur'an sebagai
dalil:
"Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun
sebelum kamu (Muhammad), maka jika kamu mati apakah mereka
akan kekal?" (Q.s. Al-Anbiyaa': 34).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah ditanya tentang
hal itu, maka ia menjawab, "Andaikata Al-Khidir masih hidup,
tentulah ia wajib mendatangi Nabi saw. dan berjihad
bersamanya, serta belajar darinya." Nabi saw. telah bersabda
ketika perang Badar, "Ya Allah, jika pasukan ini binasa,
niscaya Engkau tidak disembah di bumi."
Pada waktu itu mereka berjumlah 313 orang laki-laki yang
dikenal dengan nama-nama mereka, nama-nama dari bapak-bapak
mereka dan suku-suku mereka. Maka, di manakah Al-Khidir pada
waktu itu?
Al-Qur'an dan Sunnah serta pembicaraan para peneliti ummat
menyangkal masih adanya kehidupan Al-Khidir seperti anggapan
mereka. Sebagaimana firman Allah swt. di atas.
Jika Al-Khidir itu manusia, maka ia tidak akan kekal, karena
hal itu ditolak Al-Qur'anul Karim dan Sunnah yang suci.
Seandainya ia masih hidup, tentulah ia datang kepada Nabi
saw. Nabi saw. telah bersabda, "Demi Allah, andaikata Musa
masih hidup, tentu ia akan mengikuti aku." (H.r. Ahmad, dari
Jabir bin Abdullah) .
Jika Al-Khidir seorang Nabi, maka ia tidak lebih utama
daripada Musa as, dan jika seorang wali, tidaklah ia lebih
utama daripada Abu Bakar r.a.
Apakah hikmahnya sehingga ia hidup hingga kini - sebagaimana
anggapan orang-orang - di padang luas, gurun dan
gunung-gunung? Apakah faedahnya syar'iyah maupun akliah di
balik ini? Sesungguhnya orang-orang selalu menyukai
cerita-ccrita ajaib dan dongeng-dongeng fantastis. Mereka
menggambarkannya menurut keinginan mereka, sedangkan hasil
dari imajinasinya, mereka gunakan sebagai baju keagamaan.
Cerita ini disebarkan diantara sebagian orang awam dan
mereka menganggapnya berasal dari agama mereka, padahal sama
sekali bukan dari agama. Hikayat-hikayat yang diceritakan
tentang Al-Khidir hanyalah rekayasa manusia dan tidak
diturunkan oleh Allah hujjah untuk itu.
Adapun mengenai pertanyaan: Apakah ia seorang Nabi atau
wali?
Para ulama berbeda pendapat mengenai hal itu. Tampaknya yang
lebih tepat Al-Khidir adalah seorang Nabi, sebagaimana
tercantum pada ayat yang mulia dari Surat Al-Kahfi, "... dan
bukanlah aku melakukannya menurut kemauanku sendiri ..."
(Q.s. Al-Kahfi: 82).
Perkataan itu adalah dalil bahwa ia melakukan itu
berdasarkan perintah Allah dan wahyu-Nya, bukan dari
dirinya. Lebih tepatnya dia adalah seorang Nabi bukan wali.
Mengkafirkan Sesama Muslim
Pertanyaan: Paham yang menamakan dirinya "Jamaah Attakfir," "Jamaah Alhijrah," "fundamentalis Islam" dan sebagainya, mereka beranggapan bahwa orang yang melakukan dosa besar dan tidak mau berhenti dicap kafir. Sebagian lagi beranggapan bahwa orang-orang Islam pada umumnnya tidak Muslim, salat mereka dan ibadat lainnya tidak sah, karena murtad. Bagaimana pendirian dan pandangan Islam terhadap mereka? Jawab: Hal tersebut amat berbahaya dan telah menjadi perhatian besar bagi kaum Muslimin khususnya, karena timbulnya pikiran yang terlampau ekstrim. Dalam hal ini, saya sudah menyiapkan sebuah buku khusus mengenai masalah tersebut diatas. Saya kemukakan perlunya pengkajian akan sebab-sebab timbulnya pikiran yang ekstrim dan cara-cara menghadapinya, sehingga dapat diatasi dengan seksama. Pertama, tiap-tiap pikiran atau pendapat harus dilawan dengan pikiran, pandangan dan diobati dengan keterangan serta dalil-dalil yang kuat, sehingga dapat menghilangkan keragu-raguan dan pandangan yang keliru itu. Jika kita menggunakan kekerasan sebagai alat satu-satunya, maka tentu tidak akan membawa faedah. Kedua, mereka itu (orang-orang yang berpandangan salah) umumnya adalah orang-orang baik, kuat agamanya dan tekun ibadatnya, tetapi mereka dapat digoncang oleh hal-hal yang bertentangan dengan Islam dan yang timbul pada masyarakat Islam. Misalnya akhlak buruk, kerusakan di segala bidang, kehancuran dan sebagainya. Mereka selalu menuntut dan mengajak pada kebaikan, dan mereka ingin masyarakatnya berjalan di garis yang telah ditentukan oleh Allah, walaupun jalan atau pikirannya menyimpang pada jalan yang salah dan sesat karena mereka tidak mengerti. Maka, sebaiknya kita hormati niat mereka yang baik itu, lalu kita beri penerangan yang cukup, jangan mereka digambarkan atau dikatakan sebagai binatang yang buas atau penjahat bagi masyarakat. Tetapi hendaknya diberi pengarahan dan bimbingan ke jalan yang benar, karena tujuan mereka adalah baik, akan tetapi salah jalan. Mengenai sebab-sebab timbulnya pikiran-pikiran tersebut adalah sebagai berikut: 1. Tersebarnya kebatilan, kemaksiatan dan kekufuran, yang secara terang-terangan dan terbuka di tengah masyarakat Islam tanpa ada usaha penccgahannya. Bahkan sebaliknya, untuk meningkatkan kemungkaran dan kemaksiatan dia menggunakan agama sebagai alat propaganda untuk menambah kerusakan-kerusakan akhlak dan sebagainya. 2. Sikap para ulama yang amat lunak terhadap mereka yang secara terang-terangan menjalankan praktek orang-orang kafir dan memusuhi orang-orang Islam. 3. Ditindaknya gerakan-gerakan Islam yang sehat dan segala dakwah yang berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Maka, tiap-tiap perlawanan bagi suatu pikiran yang bebas, tentu akan melahirkan suatu tindakan kearah yang menyimpang, yang nantinya akan melahirkan adanya gerakan bawah tanah (ilegal). 4. Kurangnya pengetahuan mereka tentang agama dan tidak adanya pendalaman ilmu-ilmu dan hukum-hukum Islam secara keseluruhan. Oleh karena itu, mereka hanya mengambil sebagian dan meninggalkan sebagian yang lain, dengan paham yang keliru dan menyesatkan. Keikhlasan dan semangat saja tidak cukup sebagai bekal diri sendiri, jika tidak disertai dasar yang kuat dan pemahaman yang mendalam mengenai hukum-hukum Islam. Terutama mengenai hukum syariat dan ilmu fiqih, maka mereka ini akan mengalami nasib yang sama dengan para Al-Khawarij di masa lampau, sebagaimana keterangan Al-Imam Ahmad. Oleh karena itu, orang-orang saleh yang selalu menganjurkan untuk menuntut ilmu dan memperkuat diri dengan pengetahuan Islam sebelum melakukan ibadat dan perjuangan, agar teguh pendiriannya dan tidak kehilangan arah. Al-Hasan Al-Bashri berkata: "Segala amalan tanpa dasar ilmu, seperti orang yang berjalan tetapi tidak pada tempatnya berpijak (tidak pada jalannya). Tiap-tiap amal tanpa ilmu akan menimbulkan kerusakan lebih banyak daripada kebaikannya. Tuntutlah ilmu sehingga tidak membawa madharat pada ibadat dan tuntutlah ibadat yang tidak membawa madharat pada ilmu. Maka, ada segolongan kaum yang melakukan ibadat dan meninggalkan ilmu, sehingga mereka mengangkat pedangnya untuk melawan ummat Muhammad saw. yang termasuk saudaranya sesama Muslim (saling berperang tanpa adanya alasan). Jika mereka memiliki ilmu, tentu ilmu itu tidak akan membawa ke arah perbuatan itu."
Mukjizat Nabawiyah,Pendapat di antara orang yg ceroboh
Pertanyaan: (1/2) Kami sedang berbincang-bincang dalam suatu majelis tentang Nabi saw. dan mukjizat-mukjizatnya sehubungan dengan hari kelahirannya, dan tanda-tanda yang terjadi menjelang kelahirannya yang banyak diceritakan dalam kitab-kitab cerita Maulid yang biasanya dibaca di berbagai negara di setiap menjelang datangnya bulan Rabiul Awwal. Tetapi, salah seorang hadirin mengingkari terjadinya peristiwa-peristiwa luar biasa ini dan mengingkari pula mukjizat-mukjizat nyata dari Rasulullah saw. yang sering disebut-sebut atau tercantum dalam kitab-kitab, misalnya "telur merpati di mulut gua ketika berlangsung hijrah," "pembuatan sarang laba-laba," "kijang yang berbicara kepada beliau," "rintihan batang kurma kepada Nabi saw." Dan lain-lain yang terkenal diantara masyarakat Muslim. Alasannya ialah, bahwa Rasulullah saw. Hanya memiliki satu mukjizat yang nyata yaitu Al-Qur'anul Karim, dan ia adalah mukjizat akliah yang teristimewa dibandingkan dengan mukjizat-mukjizat para Rasul terdahulu. Kami harapkan penjelasan Al-Ustadz tentang masalah ini dengan disertai dalil-dalil. Semoga Al-Ustadz diberi umur panjang bagi Islam dan kaum Muslimin. Jawab: Pengingkaran tersebut, yang diceritakan olch Saudara penanya dari salah seorang di majelisnya, sebagian benar dan sebagian lagi salah. Tidaklah semua mukjizat Rasulullah saw. yang nyata dan tersiar di antara orang-orang merupakan riwayat yang shahih dan benar, dan tidak juga semuanya salah. Keshahihan dan kesalahan dalam masalah-masalah ini tidaklah semata-mata disebabkan oleh pendapat atau hawa nafsu dan emosi, tetapi ditentukan oleh sanad-sanad. Orang-orang dalam masalah ini -masalah mukjizat Nabi Muhammad saw. yang bersifat material- ada tiga macam: Pertama: Orang yang berlebihan dalam membenarkan dan menjadikan sanad dan dalil adalah sesuatu yang tercantum dalam kitab-kitab, apakah itu merupakan kitab ulama periode terdahulu maupun belakangan, yang menyaring riwayat-riwayat atau tidak, yang bersesuaian dengan pokok-pokoknya atau bahkan menyalahinya, dan apakah kitab-kitab itu diterima oleh para ulama peneliti atau tidak. Yang penting hal itu diriwayatkan dalam sebuah kitab, meskipun tidak diketahui pengarangnya, atau disebutkan dalam sebuah kasidah yang berisi pujian terhadap Nabi saw, atau dalam kisah Maulid yang sebagiannya dibaca di bulan Rabiul Awxval setiap tahun dan sebagainya. Ini pemikiran awam yang tidak perlu dibicarakan. Kitab-kitab itu berisi riwayat yang baik dan buruk, benar dan salah, shahih? dan palsu (dibuat-buat). Peradaban agama kita telah tercemar oleh para pengarang semacam ini, yang menerima "kisah-kisah khayalan" dan mengisi lembaran kitab-kitab mereka, meskipun menyalahi riwayat yang shahih dan akal sehat. Sebagian pengarang tidak memperhatikan kebenaran riwayat dari kisah-kisah ini dengan alasan tidak ada hubungannya dcngan penetapan hukum syariat, baik mengenai halal atau haram dan sebagainya. Oleh karena itu, apabila meriwayatkan mengenai halal dan haram, mereka bersikap keras dalam menyelidiki sanad-sanad, mengkritik para rawi dan menyaring riwayat-riwayatnya. Namun, apabila meriwayatkan tentang amalan-amalan utama, At-Targhib wat-Tarhib, misalnya mukjizat dan sebagainya, mereka pun menyepelekan dan bersikap toleran. Ada pula pengarang yang menyebut riwayat-riwayat dengan sanad-sanadnya - Fulan dari Fulan dari Fulan - tetapi mereka tidak memperhatikan nilai sanad-sanad ini. Apakah shahih atau tidak? Nilai para rawinya, apakah mereka tsiqat (dapat dipercaya), dapat diterima, lemah tercela, atau pendusta tertolak? Mereka beralasan bahwa apabila mereka menyebut sanadnya, maka mereka telah bebas dari tanggung jawab dan terlepas dari ikatan. Hal itu hanya cocok dan cukup bagi para ulama di zaman-zaman permulaan. Adapun di zaman-zaman belakangan, khususnya di masa kita seperti sekarang ini, maka penyebutan sanad tidaklah berarti apa-apa. Orang-orang hanya mengandalkan penukilan dari kitab-kitab tanpa memandang sanad. Ini adalah sikap mayoritas penulis dan pengarang di zaman kita ketika mereka mengutip dari Tarikh Thabari atau Thabaqat Ibnu Sa'ad dan lain-lain. Kedua: Orang yang berlebihan dalam menolak dan mengingkari mukjizat-mukjizat dan tanda-tanda alamiah yang nyata. Alasannya dalam hal itu ialah, bahwa mukjizat Nabi Muhammad saw. adalah Al-Qur'anul Karim. Didalamnya terdapat tantangan agar orang-orang mendatangkan (membuat) Al-Qur'an seperti itu, sepuluh surat atau cukup satu surat saja yang seperti itu. Tatkala kaum musyrikin minta dari Rasulullah saw. agar mengeluarkan tanda-tanda alamiah supaya mereka mempercayainya, maka turunlah ayat Al-Qur'an yang menyatakan penolakan tegas terhadap permintaan mereka. Allah Ta'ala berfirman: "Dan mereka berkata, 'Kami sekali-kali tidak percaya kepadamu hingga kamu memancarkan mata air dari bumi untuk kami'."(Q.s. Al-Isra':90). "Atau kamu mempunyai sebuah kebun kurma dan anggur, lalu kamu alirkan sungai-sungai di celah kebun yang deras alirannya. " (Q.s. Al-Isra':91). "Atau kamu jatuhkan langit berkeping-keping atas kami, sebagaimana kamu katakan atau kamu datangkan Allah dan malaikat-malaikat bertatap muka dengan kami." (Q.s. Al-Isra':92). "Atau kamu mempunyai sebuah rumah dari emas atau kamu naik ke langit. Dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kenaikanmu itu hingga kamu turunkan atas kami sebuah kitab yang kami baca. Katakanlah, 'Maha Suci Tuhanku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi Rasul'." (Q.s. Al-Isra': 93). Di tempat lain, Allah menyebut hal-hal yang mencegah turunnya tanda-tanda alamiah yang mereka usulkan. Firman Allah swt.: "Dan sekali-kali tidak ada yang menghalang-halangi Kami untuk mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda (kekuasaan Kami), melainkan karena tanda-tanda itu telah didustakan oleh orang-orang yang dahulu. Dan telah Kami berikan kepada Tsamud unta betina itu (sebagai mukjizat) yang dapat dilihat, tetapi mereka menganiaya unta betina itu. Dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakut-nakuti." (Q.s. Al-Isra': 59). Dalam surat lain Allah menolak permintaan turunnya tanda-tanda yang lain dengan mengatakan bahwa Al-Qur'an sendiri sudah cukup untuk menjadi tanda bagi Muhammad saw. Allah Ta'ala berfirman: "Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu Alkitab (Al-Qur'an), sedang dia dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya dalam (Al-Qur'an) itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman." (Q.s. Al-Ankabut: 51). Hikmah Ilahiah telah menghendaki mukjizat Muhammad saw. merupakan mukjizat akliah dan moral, bukan mukjizat kongkrit dan material. Hal itu dimaksudkan supaya lebih layak dengan kemanusiaan setelah melewati tahap-tahap masa kanak-kanaknya dan lebih layak dengan tabiat risalah penutup yang kekal Mukjizat-mukjizat nyata berakhir begitu ia terjadi. Adapun mukjizat akliah, ia akan tetap kekal. Hal itu dikuatkan oleh hadis dalam Shahih Bukhari dari Nabi saw, beliau bersabda: "Tidak ada seorang Nabi diantara Nabi-nabi yang diutus, melainkan ia diberi tanda-tanda (mukjizat) dan kepadanya manusia beriman, tetapi apa yang diberikan kepadaku adalah wahyu yang diturunkan Allah kepadaku. Maka, aku berharap menjadi Nabi yang terbanyak pengikutnya diantara mereka pada hari Kiamat." (H.r. Bukhari).
Bersambung Bg 2
MUKJIZAT-MUKJIZAT NABAWIAH, PENDAPAT DIANTARA ORANG-ORANG YANG KETERLALUAN DAN CEROBOH
Menurut pendapat saya, yang mendorong untuk mengambil sikap tersebut ada dua perkara: 1. Terpukaunya manusia di zaman kita ini oleh berbagai ilmu pengetahuan (sains) yang berdiri diatas kenyataan, sebab-sebab dan keharusan pengaruhnya pada musababnya, sehingga sebagian orang mengira bahwa kelaziman akal tidak dapat luput dalam suatu keadaan. Maka, api harus membakar, pisau harus memotong, benda mati tidak mungkin berubah menjadi hewan, dan orang meninggal tidak mungkin dapat hidup kembali. 2. Sifat berlebihan pada jenis pertama dalam menetapkan peristiwa-peristiwa luar biasa sebagaimana perkara hak dan batil, hingga nyaris membatalkan hukum sebab-sebab dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Allah bagi alam semesta ini. Ketiga: Pendapat pertengahan antara orang-orang yang berlebih-lebihan dalam mempercayai dan keterlaluan dalam mengingkari. Ia adalah pendapat yang saya kuatkan dan saya ikuti. Kesimpulan Pendapat Ini: 1. Al-Qur'anul Karim adalah tanda terbesar dan mukjizat pertama dari Rasulullah Muhammad saw. dan Al-Qur'an merupakan tantangan bagi ahli-ahli sastra bahasa Arab khususnya dan bagi seluruh manusia umumnya. Dengan Al-Qur'an, kenabian Muhammad memiliki keistimewaan tersendiri dibandingkan dengan kenabian-kenabian sebelumnya. Dalil atas kenabiannya yang benar adalah obyek risalahnya itu. Ia adalah Kitab yang merupakan mukjizat yang mengandung hidayat dan ilmu-ilmunya, keindahan lafal dan maknanya serta penjelasan hal yang gaib di masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang. 2. Allah Ta'ala memuliakan penutup Rasul-rasul-Nya dengan tanda dan peristiwa luar biasa yang nyata dan bermacam-macam. Tetapi Allah tidak memaksudkan semua itu sebagai tantangan, yakni untuk menegakkan hujjah atas kenabian dan risalahnya yang benar, melainkan sebagai penghormatan atau rahmat dari Allah dan kekuatan baginya serta pemeliharaan terhadapnya bersama-sama orang-orang yang beriman dengannya, jika dalam keadaan sulit. Oleh karena itu, peristiwa-peristiwa luar biasa itu tidak terjadi untuk memenuhi permintaan orang-orang kafir, bahkan sebagai rahmat dan kemuliaan dari Allah bagi Rasul-Nya dan kaum Mukmin. Dalam hal itu, misalnya peristiwa Isra' yang telah disebutkan dengan jelas dalam Al-Qur'an; dan Mi'raj yang diisyaratkan oleh Al-Qur'an dan disebutkan dalam hadis-hadis yang shahih. Turunnya para malaikat untuk mengukuhkan dan membela orang-orang yang beriman di Perang Badar, turunnya hujan untuk memberi minum dan membersihkan mereka, mengukuhkan kaki mereka pada saat hal itu tidak dialami oleh kaum musyrikin, padahal mereka berada di dekat kaum Muslimin. Perlindungan Allah terhadap Rasul-Nya dan sahabatnya di dalam gua ketika hijrah, dan meskipun kaum musyrikin menemukan tempat itu, sehingga andaikata salah seorang dari mereka melihat ke bawah, tentulah kedua orang itu akan terlihat, dan lain-lain yang tercantum dalam nash Al-Qur'an. Juga yang sama dengan peristiwa itu adalah rasa kenyang sejumlah besar kaum Muslimin oleh makanan yang hanya sedikit ketika perang Ahzab dan Tabuk. 3. Sesungguhnya kami tidak menetapkan peristiwa-peristiwa luar biasa semacam ini, kecuali yang telah dinashkan dalam Al-Qur'an atau disebutkan dalam Sunnah yang shahih. Adapun yang selain itu dan memenuhi kitab-kitab, maka kami tidak menerimanya dan tidak memperhatikannya . Di antara hadis-hadis shahih dan kuat, ialah: 3.1. Hadis yang diriwayatkan oleh sekelompok sahabat tentang "rintihan batang kurma" di atas ketika Nabi saw. pertama kali berkhutbah. Tatkala dibuatkan mimbar baginya dan beliau berdiri diatasnya untuk berkhutbah, terdengarlah suara dari batang kurma, seperti induk unta yang meratapi anaknya. Kemudian Nabi saw. menghampiri dan mengusapkan tangannya pada pohon itu. Maka, batang kurma itu pun terdiam. Berkata Al-Allamah Tajuddin As-Subki: "Rintihan batang kurma adalah mutawatir, karena ia diriwayatkan oleh sekelompok sahabat, hingga sekitar 20 orang dan banyak perawi yang shahih, sehingga memastikan terjadinya." Begitu pula Qadli Iyadl berkata dalam Asy-Syifa': "Hadis itu mutawatir." 3.2. Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Ashabus Sunan lainnya dari sekelompok sahabat mengenai "pengadaan air yang banyak dengan cara yang tidak biasa dilakukan." Hal itu dilakukan dalam peperangan-peperangan dan perjalanan-perjalanan Nabi saw, misalnya pada perang Hudaibiyah, Tabuk dan lainnya. Diriwayatkan oleh Syaikhan, dari Anas bahwa Nabi saw. dan para sahabatnya berada di Zaura', lalu ia menyuruh mengambil segelas air. Kemudian beliau mencelupkan telapak tangannya ke dalam gelas, lalu air terus rnemancar dari celah-celah jari dan ujung-ujung jarinya. Kemudian para sahabat Nabi saw. berwudhu dengan air itu. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dari Al-Barra' bin Azib bahwa mereka berada bersama 1400 orang pada hari Hudaibiyah dan mereka menguras sumur Hudaibiyah tanpa meninggalkan setetes pun di dalamnya. Kemudian Nabi saw. mendengar hal itu dan menghampirinya. Beliau duduk di atas tepinya, kemudian menyuruh mengambil sebuah bejana berisi air, lalu berwudhu. Setelah itu, beliau berkumur dan berdoa, lalu menyemburkannya ke dalam sumur itu. Al-Barra, berkata, "Kemudian kami meninggalkannya tidak begitu jauh. Maka keluarlah air dari sumur itu yang mencukupi dan mengenyangkan ternak-ternak kami serta para pengendaranya." Banyak sekali hadis yang diriwayatkan mengenai "mengalirnya air" sebagai mukjizat Rasulullah saw. dengan riwayat yang shahih. 3.3. Riwayat-riwayat yang ada dalam kitab-kitab Sunnah berupa pengabulan Allah Ta'ala terhadap doa Nabi saw. di tempat-tempat yang tidak terbilang banyaknya, misalnya untuk menurunkan hujan, ketika perang Badar agar diberi kemenangan, bagi Ibnu Abbas agar diberi kepandaian dalam ilmu agama, bagi Anas agar diberi anak yang banyak dan umur panjang, bagi sebagian orang yang mengganggunya dan sebagainya. 3.4. Kabar-kabar yang shahih tentang kejadian-kejadian yang bakal terjadi, sebagaimana diberitahukan oleh Rasulullah saw. sebagian di masa hidupnya dan sebagian sesudah wafatnya, misalnya penakluk negeri Yaman, Basrah dan Persia. Sabda Nabi saw.: "Engkau akan dibunuh oleh golongan yang zalim." Sabda Nabi saw. Tentang Al-Hasan: "Sesungguhnya putraku ini adalah pemimpin dan dengan lantaran Allah akan mendamaikan antara dua golongan dari kaum Muslimim." "Pemberitahuannya tentang penaklukan Konstantinople dan lainnya." 4. Adapun peristiwa-peristiwa luar biasa dan mukjizat- mukjizat yang yang tidak sah riwayatnya, maka kami tidak membenarkan dan mengesampingkannya, meskipun tersiar di antara ummat Muslim. Kami anggap cukup disini mengenai riwayat, bahwa ketika Nabi saw. bersembunyi di dalam gua sewaktu hijrah ke Madinah, datang dua ekor merpati bertelur di mulut gua di samping sebatang pohon yang tumbuh, lalu menutupi pintu masuk gua. Kisah ini tidak tercantum dalam hadis shahih, hasan maupun dhaif. Adapun pembuatan sarang laba-laba di gua, maka terdapat riwayat mengenai itu yang dinilai hasan oleh sebagian ulama dan dinilai lemah oleh sebagian lainnya. Pada lahirnya, Al-Qur'an menunjukkan bahwa Allah Ta'ala menolong Rasul-Nya ketika hijrah dengan pasukan yang tidak terlihat. Firman Allah swt.: "Maka Allah menurunkan ketenanganNya kepada (Muhammad) dan menolongnya dengan pasukan yang tidak dapat kamu lihat." (Q.s. At-Taubah: 40). Laba-laba dan merpati adalah pasukan yang terlihat dan tiada keraguan bahwa pertolongan dengan pasukan yang tidak terlihat dan tidak tersentuh lebih menunjukkan kekuasaan Ilahi dan kelemahan manusia. Peristiwa-peristiwa luar biasa ini tersiar diantara mayoritas Muslimin disebabkan adanya puji-pujian Nabawi dari para ulama periode belakangan, khususnya "Burdah" oleh Al-Bushiri vang mengatakan: Mereka mengira merpati tidak bertelur dan aba-laba tidak bersarang untuk melindungi sebaik-baik mahluk Perlindungan.Allah sudah mencukupi tanpa baju besi berlapis maupun benteng yang tinggi. Inilah sikap kami terhadap peristiwa-peristiwa luar biasa dan mukjizat-mukjizat Nabawi yang dinisbatkan kepada Nabi saw. Wabillaahit Taufiq.
APAKAH NABI SAW MAKHLUK ALLAH YANG PERTAMA?
Pertanyaan:
Benarkah bahwa Nabi Muhammad saw. makhluk Allah yang pertama
dan bahwa beliau diciptakan dari cahaya?
Kami mengharapkan pendapat yang disertai dalil-dalil dari
Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Jawab:
Telah diketahui bahwa hadis-hadis yang menyatakan bahwa
makhluk pertama adalah itu atau ini ... dan seterusnya,
tidak satu pun yang shahih, sebagaimana ditetapkan oleh para
ulama Sunnah.
Oleh karena itu, kami dapatkan sebagian bertentangan dengan
sebagian lainnya. Sebuah hadis mengatakan, "Bahwa yang
pertama kali diciptakan oleh Allah adalah pena."
Hadis lainnya mengatakan, "Yang pertama kali diciptakan
Allah adalah akal." Telah tersiar di antara orang awam dari
kisah-kisah maulid yang sering dibaca bahwa Allah
menggenggam cahaya-Nya, lalu berfirman, "Jadilah engkau
Muhammad." Maka ia adalah makhluk yang pertama kali
diciptakan Allah, dan dari situ diciptakan langit, bumi dan
seterusnya.
Dari itu tersiar kalimat:
"Shalawat dan salam bagimu wahai makhluk Allah yang
pertama," hingga kalimat itu dikaitkan dengan adzan yang
disyariatkan, seakan-akan bagian darinya.
Perkataan itu tidak sah riwayatnya dan tidak dibenarkan oleh
akal, tidak akan mengangkat agama, dan tidak pula
bermanfaat bagi perkembangan dari peradaban dunia.
Keawalan Nabi Muhammad saw. sebagai makhluk Allah tidak
terbukti, seandainya terbukti tidaklah berpengaruh pada
keutamaan dan kedudukannya di sisi Allah. Tatkala Allah
Ta'ala memujinya dalam Kitab-Nya, maka Allah memujinya
dengan alasan keutamaaan yang sebenarnya. Allah berfirman:
"Dan sesungguhnya kamu benar-benar orang yang berbudi
pekerti agung" (Q.s. Al-Qalam: 4).
Hal itu yang terbukti dan ditetapkan secara mutawatir. Nabi
kita Muhammad saw. adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul
Muththalib Al-Hasyimi Al-Quraisy yang dilahirkan lantaran
kedua orang tuanya, Abdullah bin Abdul Muththalib dan Aminah
binti Wahb, di Mekkah, pada tahun Gajah. Beliau dilahirkan
scbagaimana halnya manusia biasa dan dibesarkan sebagaimana
manusia dibesarkan. Beliau diutus sebagaimana para Nabi dan
Rasul sebelumnya diutus, dan bukan Rasul yang pertama di
antara Rasul-rasul.
Beliau hidup dalam waktu terbatas, kemudian Allah
memanggilnya kembali kepada-Nya:
"Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan
mati (pula)." (Q.s. Az-Zumar: 30).
Beliau akan ditanya pada hari Kiamat, sebagaimana para Rasul
ditanya:
"(Ingatlah) hari di waktu Allah mengumpulkan para Rasul,
lalu Allah bertanya (kepada mereka), 'Apa jawaban kaummu
terhadap (seruan)mu?' Para Rasul menjawab, 'Tidak ada
pengetahuan kami (tentang itu) sesungguhnya Engkau-lah yang
mengetahui perkara yang gaib'." (Q.s. Al-Maidah: 109).
Al-Qur'an telah menegaskan kemanusiaan Muhammad saw. di
berbagai tempat dan Allah memerintahkan menyampaikan hal itu
kepada orang-orang dalam berbagai surat, antara lain:
"Katakanlah, 'Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia
seperti kamu, yang diwahyukann kepadaku, Bahwa sesungguhnya
Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa ...'." (Q.s. Al-Kahfi:
110).
"Katakanlah, 'Maha Suci Tuhanku, bukankah aku ini hanya
seorang manusia yang menjadi Rasul?'" (Q.s. Al-Isra': 93).
Ayat di atas menunjukkan bahwa beliau adalah manusia seperti
manusia-manusia lainnya, tidak memiliki keistimewaan,
kecuali dengan wahyu dan risalah.
Nabi saw. menegaskan makna kemanusiaannya dan penghambaannya
terhadap Allah, dan memperingatkan agar tidak mengikuti
kebiasaan-kebiasaan dari orang-orang sebelum kita, yaitu
penganut agama-agama terdahulu dalam hal memuja dan
menyanjung:
"Janganlah kamu sekalian menyanjungku sebagaimana kaum
Nasrani menyanjung Isa putra Maryam. sesungguhnya aku adalah
hamba Allah dan Rasul-Nya." (H.r. Bukhari).
Nabi yang agung ini adalah manusia seperti manusia lainnya
dan tidak diciptakan dari cahaya maupun emas, tetapi
diciptakan dari air yang memancar dan keluar dari tulang
sulbi laki-laki dan tulang rusuk wanita sebagai bahan
penciptaan Muhammad saw.
Adapun dari segi risalah dan hidayat-Nya, maka beliau adalah
cahaya Allah dan pelita yang amat terang. Al-Qur'an
menyatakan hal itu dan berbicara kepada Nabi saw.:
"Wahai Nabi sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi
dan pembawa kabar gembira serta pemberi peringatan. Untuk
menjadi penyeru pada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk
menjadi cahaya yang menerangi."(Q.s. Al-Ahzab: 45-6).
Allah swt. berfirman yang ditujukan kepada Ahlulkitab:
"... Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah,
dan Kitab yang menerangkan." (Q.s. Al-Maidah: 15).
"Cahaya" dalam ayat itu adalah Rasulullah saw, sebagaimana
Al-Qur'an yang diturunkan kepada beliau adalah juga cahaya.
Allah swt. berfirman:
"Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya serta
cahanya (Al-Qur an) yang telah Kami turunkan." (Q.s.
At-Taghaabun: 8).
"... dan telah Kami turunkan kepada kamu cahaya yang
terangbenderang." (Q.s. An-Nisa': 174).
Allah telah menentukan tugasnya dengan firman-Nya:
"... Supaya kamu mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju
cahaya terang-benderang..." (Q.s. Ibrahim: 1).
Doa Nabi saw.:
"Ya Allah, berilah aku cahaya di dalam hatiku berilah aku
cahaya dalam pendengaranku dan berilah aku cahaya dalam
penglihatanku berilah aku cahaya dalam rambutku berilah aku
cahaya di sebelah kanan dan kiriku di depan dan di
belakangku." (H.r. Muttafaq Alaih)
Maka, beliau adalah Nabi pembawa cahaya dan Rasul pembawa
hidayat. Semoga Allah menjadikan kita sebagai orang-orang
yang mengikuti petunjuk cahaya dan Sunnahnya. Amin.
Benarkah bahwa Nabi Muhammad saw. makhluk Allah yang pertama
dan bahwa beliau diciptakan dari cahaya?
Kami mengharapkan pendapat yang disertai dalil-dalil dari
Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Jawab:
Telah diketahui bahwa hadis-hadis yang menyatakan bahwa
makhluk pertama adalah itu atau ini ... dan seterusnya,
tidak satu pun yang shahih, sebagaimana ditetapkan oleh para
ulama Sunnah.
Oleh karena itu, kami dapatkan sebagian bertentangan dengan
sebagian lainnya. Sebuah hadis mengatakan, "Bahwa yang
pertama kali diciptakan oleh Allah adalah pena."
Hadis lainnya mengatakan, "Yang pertama kali diciptakan
Allah adalah akal." Telah tersiar di antara orang awam dari
kisah-kisah maulid yang sering dibaca bahwa Allah
menggenggam cahaya-Nya, lalu berfirman, "Jadilah engkau
Muhammad." Maka ia adalah makhluk yang pertama kali
diciptakan Allah, dan dari situ diciptakan langit, bumi dan
seterusnya.
Dari itu tersiar kalimat:
"Shalawat dan salam bagimu wahai makhluk Allah yang
pertama," hingga kalimat itu dikaitkan dengan adzan yang
disyariatkan, seakan-akan bagian darinya.
Perkataan itu tidak sah riwayatnya dan tidak dibenarkan oleh
akal, tidak akan mengangkat agama, dan tidak pula
bermanfaat bagi perkembangan dari peradaban dunia.
Keawalan Nabi Muhammad saw. sebagai makhluk Allah tidak
terbukti, seandainya terbukti tidaklah berpengaruh pada
keutamaan dan kedudukannya di sisi Allah. Tatkala Allah
Ta'ala memujinya dalam Kitab-Nya, maka Allah memujinya
dengan alasan keutamaaan yang sebenarnya. Allah berfirman:
"Dan sesungguhnya kamu benar-benar orang yang berbudi
pekerti agung" (Q.s. Al-Qalam: 4).
Hal itu yang terbukti dan ditetapkan secara mutawatir. Nabi
kita Muhammad saw. adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul
Muththalib Al-Hasyimi Al-Quraisy yang dilahirkan lantaran
kedua orang tuanya, Abdullah bin Abdul Muththalib dan Aminah
binti Wahb, di Mekkah, pada tahun Gajah. Beliau dilahirkan
scbagaimana halnya manusia biasa dan dibesarkan sebagaimana
manusia dibesarkan. Beliau diutus sebagaimana para Nabi dan
Rasul sebelumnya diutus, dan bukan Rasul yang pertama di
antara Rasul-rasul.
Beliau hidup dalam waktu terbatas, kemudian Allah
memanggilnya kembali kepada-Nya:
"Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan
mati (pula)." (Q.s. Az-Zumar: 30).
Beliau akan ditanya pada hari Kiamat, sebagaimana para Rasul
ditanya:
"(Ingatlah) hari di waktu Allah mengumpulkan para Rasul,
lalu Allah bertanya (kepada mereka), 'Apa jawaban kaummu
terhadap (seruan)mu?' Para Rasul menjawab, 'Tidak ada
pengetahuan kami (tentang itu) sesungguhnya Engkau-lah yang
mengetahui perkara yang gaib'." (Q.s. Al-Maidah: 109).
Al-Qur'an telah menegaskan kemanusiaan Muhammad saw. di
berbagai tempat dan Allah memerintahkan menyampaikan hal itu
kepada orang-orang dalam berbagai surat, antara lain:
"Katakanlah, 'Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia
seperti kamu, yang diwahyukann kepadaku, Bahwa sesungguhnya
Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa ...'." (Q.s. Al-Kahfi:
110).
"Katakanlah, 'Maha Suci Tuhanku, bukankah aku ini hanya
seorang manusia yang menjadi Rasul?'" (Q.s. Al-Isra': 93).
Ayat di atas menunjukkan bahwa beliau adalah manusia seperti
manusia-manusia lainnya, tidak memiliki keistimewaan,
kecuali dengan wahyu dan risalah.
Nabi saw. menegaskan makna kemanusiaannya dan penghambaannya
terhadap Allah, dan memperingatkan agar tidak mengikuti
kebiasaan-kebiasaan dari orang-orang sebelum kita, yaitu
penganut agama-agama terdahulu dalam hal memuja dan
menyanjung:
"Janganlah kamu sekalian menyanjungku sebagaimana kaum
Nasrani menyanjung Isa putra Maryam. sesungguhnya aku adalah
hamba Allah dan Rasul-Nya." (H.r. Bukhari).
Nabi yang agung ini adalah manusia seperti manusia lainnya
dan tidak diciptakan dari cahaya maupun emas, tetapi
diciptakan dari air yang memancar dan keluar dari tulang
sulbi laki-laki dan tulang rusuk wanita sebagai bahan
penciptaan Muhammad saw.
Adapun dari segi risalah dan hidayat-Nya, maka beliau adalah
cahaya Allah dan pelita yang amat terang. Al-Qur'an
menyatakan hal itu dan berbicara kepada Nabi saw.:
"Wahai Nabi sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi
dan pembawa kabar gembira serta pemberi peringatan. Untuk
menjadi penyeru pada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk
menjadi cahaya yang menerangi."(Q.s. Al-Ahzab: 45-6).
Allah swt. berfirman yang ditujukan kepada Ahlulkitab:
"... Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah,
dan Kitab yang menerangkan." (Q.s. Al-Maidah: 15).
"Cahaya" dalam ayat itu adalah Rasulullah saw, sebagaimana
Al-Qur'an yang diturunkan kepada beliau adalah juga cahaya.
Allah swt. berfirman:
"Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya serta
cahanya (Al-Qur an) yang telah Kami turunkan." (Q.s.
At-Taghaabun: 8).
"... dan telah Kami turunkan kepada kamu cahaya yang
terangbenderang." (Q.s. An-Nisa': 174).
Allah telah menentukan tugasnya dengan firman-Nya:
"... Supaya kamu mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju
cahaya terang-benderang..." (Q.s. Ibrahim: 1).
Doa Nabi saw.:
"Ya Allah, berilah aku cahaya di dalam hatiku berilah aku
cahaya dalam pendengaranku dan berilah aku cahaya dalam
penglihatanku berilah aku cahaya dalam rambutku berilah aku
cahaya di sebelah kanan dan kiriku di depan dan di
belakangku." (H.r. Muttafaq Alaih)
Maka, beliau adalah Nabi pembawa cahaya dan Rasul pembawa
hidayat. Semoga Allah menjadikan kita sebagai orang-orang
yang mengikuti petunjuk cahaya dan Sunnahnya. Amin.
SIAPAKAH DZULQARNAIN ITU?
Pertanyaan: Didalam Al-Qur'an diterangkan masalah Dzulqarnain, yaitu: "Hingga apabila dia telah sampai pada tempat terbenam matahari, dia pun melihat matahari terbenam kedalam laut yang berlumpur hitam, dan dia mendapati disitu (di laut itu) segolongan ummat. Kami berkata, 'Hai Dzulqarnain! Kamu boleh menyiksa mereka dan boleh berbuat kebaikan terhadap mereka'." (Q.s. Al-Kahfi: 86). Apakah yang dimaksud dengan matahari yang terbenam dalam mata air yang hitam? Siapakah orang-orang yang didapati oleh Dzulkarnain? Jawab: Kisah Dzulqarnain telah diterangkan dalam Al-Qur'an pada Surat Al-Kahfi, tetapi Al-Qur'an tidak menerangkan siapakah sebenarnya Dzulqarnain, siapakah orang-orang yang didapatinya, dan dimana tempat terbenam dan terbitnya matahari? Semua itu tidak diterangkan dalam Al-Qur'an secara rinci dan jelas, baik mengenai nama maupun lokasinya, hal ini mengandung hikmah dan hanya Allahlah yang mengetahui. Tujuan dari kisah yang ada dalam Al-Qur'an, baik pada Surat Al-Kahfi maupun lainnya, bukan sekadar memberi tahu hal-hal yang berkaitan dengan sejarah dan kejadiannya, tetapi tujuan utamanya ialah sebagai contoh dan pelajaran bagi manusia. Sebagaimana Allah swt. dalam firman-Nya: "Sesungguhnyapada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal." (Q.s.Yusuf: 111) Kisah Dzulqarnain, mengandung contoh seorang raja saleh yang diberi oleh Allah kekuasaan di bumi, yang meliputi Timur dan Barat. Semua manusia dan penguasa negara tunduk atas kekuasaannya, dia tetap pada pendiriannya sebagai seorang yang saleh, taat dan bertakwa. Sebagaimana diterangkan di bawah ini: "Berkata Dzulqarnain, 'Adapun orang yang menganiaya, maka kelak Kami akan mengazabnya, kemudian dia dikembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya dengan azab yang tiada taranya'." (Q.s. Al-Kahfi: 87). "Adapun orang yang beriman dan orang beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan ..." (Q.s. Al-Kahfi: 88). Jadi, apa yang diterangkan dalam Al-Qur'an, hanyalah mengenai perginya Dzulqarnain ke arah terbenamnya matahari, sehingga berada pada tempat yang paling jauh. Di situ diterangkan bahwa dia telah melihat matahari seakan-akan terbenam di mata air tersebut, saat terbenamnya. Sebenarnya, matahari itu tidak terbenam di laut, tetapi hanya bagi penglihatan kita saja yang seakan tampak matahari itu terbenam (jatuh) ke laut. Padahal matahari itu terbit menerangi wilayah (bangsa) lain. Maksud dari ayat tersebut, bahwa Dzulqarnain telah sampai ke tempat paling jauh, seperti halnya matahari terbenam di mata air yang kotor (berlumpur) , yang disebutkan diatas. Begitu juga maksud dari ayat tersebut, Dzulqarnain telah sampai di tempat terjauh, yaitu terbitnya matahari dan sampai bertemu pula dengan kaum Ya'juj dan Ma'juj. Dalam keadaan demikian, Dzulqarnain tetap pada pendiriannya semula, yaitu sebagai seorang raja yang adil dan kuat imannya, yang tidak dapat dipengaruhi oleh hal-hal yang dikuasai dan kekuasaannya diperkuatnya dengan misalnya membangun bendungan yang besar, yang terdiri dari bahan-bahan besi dan sebagainya. Di dunia ini beliau selalu berkata dan mengakui, bahwa segala yang diperolehnya sebagai karunia dari Allah dan rahmat-Nya. Firman Allah swt. dalam Al-Qur'an: "Dzulqarnain berkata, 'Ini (bendungan atau benteng) adalah suatu rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah tiba janji Tuhanku, Dia pun menjadikannya rata dengan bumi (hancur lebur); dan janji Tuhanku itu adalah benar." (Q.s. Al-Kahfi: 98). Tujuan utama dari Al-Qur'an dalam uraian di atas ialah sebagai contoh, dimana seorang raja saleh yang diberi kekuasaan yang besar pada kesempatan yang luar biasa dan, kekuasaannya mencakup ke seluruh penjuru dunia di sekitar terbit dan terbenamnya matahari. Dalam keadaan demikian, Dzulqarnain tetap dalam kesalehan dan istiqamahnya tidak berubah. Firman Allah swt.: "Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan di bumi dan Kami telah memberikan kepadanya (Dzulqarnain) jalan (untuk mencapai) segala sesuatu." (Q.s. Al-Kahfi: 84). Mengenai rincian dari masalah tersebut tidak diterangkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, misalnya waktu, tempat dan kaumnya, siapa sebenarnya mereka itu. Karena tidak ada manfaatnya, maka sebaiknya kami berhenti pada hal-hal yang diterangkan saja. Jika bermanfaat, tentu hal-hal itu diterangkan dalam Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah saw.
DALAM PERTEMPURAN (PEPERANGAN) TIDAK ADA SAHABAT YANG DIKAFIRKAN
Pertanyaan: Dalam pertempuran sahabat, apakah ada yang dikafirkan? Jawab: Di dalam peperangan (Shiffin atau Al-Jamal) Ali bin Abi Thalib r.a. tidak menganggap orang-orang yang melawannya telah keluar dari Islam dan kafir, tetapi hanya dikatakan mereka itu Bughah (berbuat kebatilan). Sebagaimana sabda Nabi saw. kepada seorang sahabat yang bernama Ammar, sabda beliau, "Kamu akan dibunuh oleh golongan Al-Bughah, orang-orang yang zalim, atau orang-orang yang berontak (tidak taat kepada penguasa)." Arti kufur dalam hadis atau As-Sunnah bukan keluar dari Islam dan bukan menjadi kafir, sebagaimana yang dipahami oleh sebagian orang-orang pada saat ini yang tidak tepat. Dalam uraiannya, Nabi saw. telah bersabda: "Barangsiapa melakukan sumpah selain kepada Allah, maka orang itu kafir atau musyrik." Nabi saw. juga bersabda: "Barangsiapa yang mendatangi (berobat) kepada dukun dan percaya pada apa yang dikatakannya, maka dia kafir atau mengingkari apa yang dibawa oleh Rasul." Hal-hal yang demikian itu selalu dilakukan oleh orang-orang Islam, seakan-akan menjadi tradisi mengunjungi dukun-dukun dan bersumpah atas nama orang, tidak atas nama Allah, tetapi tidak ada satu pun di antara ulama yang memvonis mereka kafir. Jadi, kata "kufur" itu dapat diartikan mengingkari nikmat, tidak bersyukur kepada Allah, tidak kenal budi dan sebagainya. Dengan kata lain, "kufur" mempunyai arti yang luas dan berbeda-beda.
SIAPAKAH YANG LAYAK DISEBUT KAFIR?
Pertanyaan: Siapakah sebenarnya yang layak dihukumi (disebut) kafir? Jawab: Yang layak disebut kafir ialah orang yang dengan terang-terangan tanpa malu menentang dan memusuhi agama Islam, menganggap dirinya kafir dan bangga akan perbuatannya yang terkutuk. Bukan orang-orang Islam yang tetap mengakui agamanya secara lahir, walaupun dalamnya buruk dan imannya lemah, tidak konsisten antara perbuatan dan ucapannya. Orang itu dalam Islam dinamakan "munafik" hukumnya. Di dunia dia tetap dinamakan (termasuk) orang Islam, tetapi di akhirat tempatnya di neraka pada tingkat yang terbawah. Di bawah ini kami kemukakan golongan (orang-orang) yang layak disebut kafir tanpa diragukan lagi, yaitu: 1. Golongan Komunis atau Atheis, yang percaya pada suatu falsafah dan undang-undang, yang bertentangan dengan syariat dan hukum-hukum Islam. Mereka itu musuh agama, terutama agama Islam. Mereka beranggapan bahwa agama adalah candu bagi masyarakat. 2. Orang-orang atau golongan dari paham yang menamakan dirinya sekular, yang menolak secara terang-terangan pada agama Allah dan memerangi siapa saja yang berdakwah dan mengajak masyarakat untuk kembali pada syariat dan hukum Allah. 3. Orang-orang dari aliran kebatinan, misalnya golongan Duruz, Nasyiriah, Ismailiah dan lain-lainnya. Kebanyakan dari mereka itu berada di Suriah dan sekitarnya. Al-Imam Ghazali pernah berkata: "Pada lahirnya mereka itu bersifat menolak dan batinnya kufur." Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga berkata: "Mereka lebih kafir daripada orang-orang Yahudi dan Nasrani. Karena sebagian besar mereka ingkar pada landasan Islam." Seperti halnya mereka yang baru muncul di masa itu, yaitu yang bernama Bahaiah, agama baru yang berdiri sendiri. Begitu juga golongan yang mendekatinya, yaitu Al-Qadiyaniah, yang beranggapan bahwa pemimpinnya adalah Nabi setelah Nabi Muhammad saw.
BAHAYA MENGAFIRKAN SESEORANG
Pertanyaan: Bagaimana hukumnya jika seorang Muslim beranggapan bahwa orang muslim lainnya (saudara sesama Muslim) itu adalah kafir? Jawab: Setiap orang yang berikrar dan mengucapkan Syahadat telah dianggap Muslim. Hidup (jiwa) dan hartanya terlindung. Dalam hal ini tidak diharuskan (tidak perlu) meneliti batinnya. Menghukumi (menganggap) seseorang bahwa dia kafir, hukumnya amat berbahaya dan akibat yang akan ditimbulkannya lebih berbahaya lagi, di antaranya ialah: 1. Bagi istrinya, dilarang berdiam bersama suaminya yang kafir, dan mereka harus dipisahkan. Seorang wanita Muslimat tidak sah menjadi istri orang kafir. 2. Bagi anak-anaknya, dilarang berdiam dibawah kekuasaannya, karena dikhawatirkan akan mempengaruhi mereka. Anak-anak tersebut adalah amanat dan tanggungjawab orangtua. Jika orangtuanya kafir, maka menjadi tanggungjawab ummat Islam. 3. Dia kehilangan haknya dari kewajiban-kewajiban masyarakat atau orang lain yang harus diterimanya, misalnya ditolong, dilindungi, diberi salam, bahkan dia harus dijauhi sebagai pelajaran. 4. Dia harus dihadapkan kemuka hakim, agar djatuhkan hukuman baginya, karena telah murtad. 5. Jika dia meninggal, tidak perlu diurusi, dimandikan, disalati, dikubur di pemakaman Islam, diwarisi dan tidak pula dapat mewarisi. 6. Jika dia meninggal dalam keadaan kufur, maka dia mendapat laknat dan akan jauh dari rahmat Allah. Dengan demikian dia akan kekal dalam neraka. Demikianlah hukuman yang harus dijatuhkan bagi orang yang menamakan atau menganggap golongan tertentu atau seseorang sebagai orang kafir; itulah akibat yang harus ditanggungnya. Maka, sekali lagi amat berat dan berbahaya mengafirkan orang yang bukan (belum jelas) kekafirannya.
TIADA MANUSIA YANG SEMPURNA IMANNYA
Pertanyaan: Apakah ada manusia yang sempurna? Jawab: Tiada manusia yang sempurna, karena setiap orang mempunyai kelemahan. Seseorang yang beriman, tentu mempunyai kesalahan dan memiliki sifat buruk yang sukar dihilangkan. Tiada orang Mukmin yang murni atau sempurna. Pandangan orang jarang ditujukan pada hal-hal yang berada di pertengahan antara dua hal yang berdekatan. Bagi seseorang sesuatu itu warnanya putih saja, sebagian yang lain hitam saja, mereka lupa adanya warna yang lain, tidak putih dan tidak pula hitam. Nabi saw. pernah bersabda kepada Abu Dzar r.a., beliau bersabda, "Engkau seorang yang masih ada padamu sifat Jahiliyah." Abu Dzar adalah seorang sahabat yang utama, termasuk dari orang-orang pertama yang beriman dan berjihad, akan tetapi masih ada kekurangannya. Juga didalam Shahih Bukhari diterangkan oleh Nabi saw.: "Barangsiapa yang meninggal bukan karena melakukan jihad dan tidak dirasakannya (tidak ingin) dalam jiwanya maksud akan berjihad, maka dia mati dalam keadaan sedikit ada nifaknya." Abdullah bin Mubarak meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib r.a. yang mengatakan sebagai berikut: "Seorang Mukmin itu permulaannya tampak sedikit putih dalam kalbunya; setiap kali iman bertambah, maka bertambah putihlah kalbu itu. Begitu seterusnya, hingga kalbunya menjadi putih semua. Begitu juga kemunafikan, pertama ada tanda-tanda hitam dalam kalbunya; dan setiap melakukan kemunafikan, maka bertambah pula hitamnya, sampai hatinya menjadi hitam semua. Demi Allah, jika dibuka hati seorang Mukmin, maka tentu tampak putih sekali; dan jika dibuka hati orang kafir, maka tentu tampak hitam sekali." Ini berarti seseorang tidak dapat sekaligus menjadi sempurna imannya atau menjadi munafik, tetapi kedua hal itu bertahap, yakni sedikit demi sedikit.
HAL-HAL YANG MEMBATALKAN KEISLAMAN SESEORANG
Pertanyaan: Apa yang menyebabkan Islam seseorang menjadi batal? Jawab: Setiap manusia, apabila telah mengucapkan dua kalimat Syahadat, maka dia menjadi orang Islam. Baginya wajib dan berlaku hukum-hukum Islam, yaitu beriman akan keadilan dan kesucian Islam. Wajib baginya menyerah dan mengamalkan hukum Islam yang jelas, yang ditetapkan oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah. Tidak ada pilihan baginya menerima atau meninggalkan sebagian. Dia harus menyerah pada semua hukum yang dihalalkan dan yang diharamkan, sebagaimana arti (maksud) dari ayat di bawah ini: "Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang Mukmin dan tidak (pula) bagi wanita yang Mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan sesuatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka ..." (Q.s. Al-Ahzab: 36) . Perlu diketahui bahwa ada diantara hukum-hukum Islam yang sudah jelas menjadi kewajiban-kewajiban, atau yang sudah jelas diharamkan (dilarang), dan hal itu sudah menjadi ketetapan yang tidak diragukan lagi, yang telah diketahui oleh ummat Islam pada umumnya. Yang demikian itu dinamakan oleh para ulama: "Hukum-hukum agama yang sudah jelas diketahui." Misalnya, kewajiban salat, puasa, zakat dan sebagainya. Hal itu termasuk rukun-rukun Islam. Ada yang diharamkan, misalnya, membunuh, zina, melakukan riba, minum khamar dan sebagainya. Hal itu termasuk dalam dosa besar. Begitu juga hukum-hukum pernikahan, talak, waris dan qishash, semua itu termasuk perkara yang tidak diragukan lagi hukumnya. Barangsiapa yang mengingkari sesuatu dari hukum-hukum tersebut, menganggap ringan atau mengolok-olok, maka dia menjadi kafir dan murtad. Sebab, hukum-hukum tersebut telah diterangkan dengan jelas oleh Al-Qur'an dan dikuatkan dengan hadis-hadis Nabi saw. yang shahih atau mutawatir, dan menjadi ijma' oleh ummat Muhammad saw. dari generasi ke generasi. Maka, barangsiapa yang mendustakan hal ini, berarti mendustakan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Mendustakan (mengingkari) hal-hal tersebut dianggap kufur, kecuali bagi orang-orang yang baru masuk Islam (muallaf) dan jauh dari sumber informasi. Misalnya berdiam di hutan atau jauh dari kota dan masyarakat kaum Muslimin. Setelah mengetahui ajaran agama Islam, maka berlaku hukum baginya.
ORANG YANG MENGUCAPKAN SYAHADAT, PASTI MASUK SURGA
Pertanyaan: Bagaimana hukumnya orang yang semasa hidupnya selalu mengerjakan maksiat, akan tetapi pada akhir hayatnya (ketika sakaratul maut) dia mengucapkan dua kalimat Syahadat? Jawab: Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan bertauhid, yaitu sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir dia berikrar dan mengucapkan dua kalimat Syahadat, maka dia berhak berada di sisi Allah dan masuk surgaNya. Orang tersebut sudah dapat dipastikan oleh Allah akan masuk surga, walaupun masuknya terakhir (tidak bersama-sama orang yang masuk pertama), karena dia diazab terlebih dahulu di neraka disebabkan kemaksiatan dan dosa-dosanya yang dikerjakan, yang belum bertobat dan tidak diampuni. Tetapi dia juga tidak kekal di neraka, karena didalam hatinya masih ada sebutir iman. Adapun dalil-dalilnya sebagaimana diterangkan dalam hadis Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, yaitu: Dari Abu Dzar r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa mengucapkan, 'Laa ilaaha illallaah,' kemudian meninggal, maka pasti masuk surga." Dari Anas r.a., bahwa Nabi saw. telah bersabda, "Akan keluar dari neraka bagi orang yang mengucapkan, 'Laa ilaaha illallaah,' walaupun hanya sebesar satu butir iman di hatinya." Dari Abu Dzar pula, dia telah berkata bahwa sesungguhnya Nabi saw telah bersabda, "Telah datang kepadaku malaikat Jibril dan memberi kabar gembira kepadaku, bahwa barangsiapa yang meninggal diantara umatmu dalam keadaan tanpa mempersekutukan Allah, maka pasti akan masuk surga, walaupun dia berbuat zina dan mencuri." Nabi saw. mengulangi sampai dua kali. Banyak hadis yang menunjukkan bahwa kalimat Syahadat memberi hak untuk masuk surga dan terlindung dari neraka bagi yang mengucapkannya (mengucap Laa ilaaha illallaah). Maksudnya ialah, meskipun dia banyak berbuat dosa, dia tetap masuk surga, walaupun terakhir. Sedangkan yang dimaksud terlindung dari neraka ialah tidak selama-lamanya di dalam neraka, tetapi diazab terlebih dahulu karena perbuatan maksiatnya.
SYARAT UTAMA BAGI ORANG YANG MASUK ISLAM
Pertanyaan: Apa syarat utama bagi orang yang baru masuk Islam? Jawab: Syarat utama bagi orang yang baru masuk Islam ialah mengucapkan dua kalimat Syahadat. Yaitu, "Asyhadu allaa ilaaha ilallaah, wa asyhadu anna Muhammadar Rasuulullah." Barangsiapa yang mengucapkan dan mengikrarkan dengan lisannya, maka dia menjadi orang Islam. Dan berlaku baginya hukum-hukum Islam, walaupun dalam hatinya dia mengingkari. Karena kita diperintahkan untuk memberlakukan secara lahirnya. Adapun batinnya, kita serahkan kepada Allah. Dalil dari hal itu adalah ketika Nabi saw. menerima orang-orang yang hendak masuk Islam, beliau hanya mewajibkan mereka mengucapkan dua kalimat Syahadat. Nabi saw. tidak menunggu hingga datangnya waktu salat atau bulan Puasa (Ramadhan). Di saat Usamah, sahabat Rasulullah saw, membunuh orang yang sedang mengucapkan, "Laa ilaaha illallaah," Nabi menyalahkannya dengan sabdanya, "Engkau bunuh dia, setelah dia mengucapkan Laa ilaaha illallaah." Usamah lalu berkata, "Dia mengucapkan Laa ilaaha illallaah karena takut mati." Kemudian Rasulullah saw. bersabda, "Apakah kamu mengetahui isi hatinya?" Dalam Musnad Al-Imam Ahmad diterangkan, ketika kaum Tsaqif masuk Islam, mereka mengajukan satu syarat kepada Rasulullah saw, yaitu supaya dibebaskan dari kewajiban bersedekah dan jihad. Lalu Nabi saw. bersabda, "Mereka akan melakukan (mengerjakan) sedekah dan jihad."
Ancaman Islam
Al-Quran dan Muhammad memberikan sumber dan bimbingan suci bagi pembangunan agama baik di masa lalu maupun di masa sekarang. Kalau para pengikut Muhammad berpaling kepada Muhammad pada masa hidupnya, pada masa sekarang pun, orang-orang Muslim yang taat di seluruh penjuru dunia berpegang pada wahyu dan ajaran-ajaran Rasul dalam mengarahkan hidup mereka. Dilahirkan di Arab (kasarnya, sekarang, Arab Saudi) pada tahun 570 Masehi, Muhammad ibn Abdullah (570-632) mempunyai pengalaman agamais yang sangat dalam pada usia empat puluh tahun, yang mengubah dirinya dan mewujudkan umat yang kira-kira empat belas tahun kemudian menjadi agama terbesar kedua di dunia, dan mempunyai pemeluk yang berjumlah kira-kira satu milyar orang. Dibandingkan dengan kebanyakan nabi atau pendiri tradisi agama besar lainnya, yang kehidupannya tak terekam dalam sejarah, kehidupan Muhammad saw., Al-Quran dan hadis Nabi banyak dicatat dalam sejarah, dan sebuah biografi awal yang ditulis oleh Ibn Ishaq (wafat sekitar 768).[1] Bagaimanapun juga kita mengetahui sedikit tentang kehidupan Muhammad. Ia yatim sejak masa kanak-kanak, dan dibesarkan oleh sanak keluarganya. Sejarah Islam menceritakan bahwa ketika berusia 25 tahun, beliau menikah dengan seorang janda kaya. Khadijah adalah pemilik suatu kafilah yang dikelola Muhammad. Ia berusia lima belas tahun lebih tua daripada Muhammad. Karena cenderung kepada agama, Muhammad sering menyepi di suatu tempat yang sunyi untuk berpikir dan merenung. Pada tahun 610 di suatu malam yang diperingati oleh kaum Muslim sebagai Malam Kemuliaan (Laylatul-Qadar), Muhammad pemimpin kafilah menjadi Muhammad Rasul Allah, yang menerima wahyu pertama melalui Malaikat Jibril: "Bacalah, dengan Nama Tuhanmu yang telah menciptakan, menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Tuhanmu Yang Maha Pemurah! Yang mengajar dengan Kalam, mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya!" (QS 96: 1-5). Wahyu yang turun antara tahun 610 sampai dengan 632, dikumpulkan dan ditulis kembali setelah ia meninggal dunia dan menjadi Kitab Suci umat Islam, Al-Quran. Sejarah Islam menggambarkan seorang Rasul yang pada mulanya bingung dan cemas yang, seperti rasul-rasul dalam kitab suci Yahudi, bingung karena apa yang dialaminya, cemas akan sikap orang-orang lain yang akan menerima ajarannya. Seperti ditunjukkan dalam sejarah nabi, orang-orang yang dikatakan sebagai pemberi peringatan atau utusan Tuhan tidak mengalami kehidupan yang menyenangkan. Para rasul yang mengutuk penyelewengan dan kekafiran masyarakatnya, dan yang menentang kebudayaan yang ada, seringkali mendapatkan ejekan, penolakan dan pengejaran. Muhammad pun tidak terkecuali. Selama sepuluh tahun, ia berdakwah menyampaikan misi agama dan perbaikan sosial di Makkah. Muhammad dan Al-Quran menyatakan keesaan Tuhan, menolak politeisme yang terjadi di Arab, dan melarang ketidakadilan sosial. Muhammad tidak mengatakan bahwa ia membawa agama baru tetapi hanya memurnikan dan mengembalikan agama yang dibawa Nabi Ibrahim. Misinya adalah memperbaiki dan meluruskan kembali umat yang menyeleweng. Seperti Amos dan Jeremiah sebelum dirinya, Muhammad adalah utusan Allah yang mengutuk kekafiran masyarakatnya dan mengimbau agar orang memohon ampun dan patuh kepada Allah, karena Hari Akhir itu dekat: "Katatanlah: 'Hai manusia, sesungguhnya aku adalah seorang memberi, peringatan yang nyata kepadamu.' Maka orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia." (QS 22:49-50).
Bersambung Di Bag 2
Ancaman Islam Bg 2
Muhammad menyeru kepada masyarakat Makkah untuk menyembah Tuhan Yang Satu dan membuang kepercayaan dan perbuatan-perbuatan yang bersilat politeistis. Negeri Arab tak asing terhadap monoteisme. Namun, ketika ada masyarakat Yahudi atau Kristen yang bercampur dengan orang-orang Arab asli yang menganut monoteisme (orang-orang Hanif), serangkaian panjang Tuhan mendominasi masyarakat Arab. Muhammad mengajak orang kembali kepada agama Ibrahim: percaya kepada Tuhan Yang Esa, Yang Menciptakan, Yang Memberi rezeki dan Yang Mengadili seluruh dunia. Muhammad dengan Al-Qurannya mengajarkan bahwa manusia diberi perhitungan dan mereka semua akan diadili dan akhirnya di Hari Pengadilan diberi pahala atau hukuman sesuai dengan apa yang mereka perbuat. Panggilan Islam adalah panggilan untuk berpaling dari jalan kekafiran dan kembali ke jalan yang benar (Syari'ah) atau Hukum Tuhan. Kembali ke jalan yang benar ini berarti menjadi anggota umat yang menyembah Tuhan sebenarnya, Yang Maha Esa, yang melaksanakan kehendak-Nya, yang menciptakan suatu umat bermoral benar. Pesan Al-Quran bukan hanya merupakan perintah agama saja, tetapi juga merupakan suatu tantangan terhadap politik sosial yang ada. Makkah bukan hanya pusat ibadah hati, tetapi juga merupakan pusat perdagangan, yang mengalami perubahan dari masyarakat suku yang semi-Badui ke masyarakat dagang urban. Al-Quran mengajarkan kepatuhan terhadap Tuhan dan RasulNya, persaudaraan antar sesama umat, berzakat kepada orang-orang miskin dan berjuang (jihad) melawan penindasan. Al-Quran mengutuk eksploitasi terhadap orang-orang miskin, anak-anak yatim serta kaum wanita; melarang penyelewengan, penipuan, berbohong, mengadakan perjanjian palsu dalam perdagangan, menghambur-hamburkan kekayaan dan bersikap sombong. Al-Quran juga menjanjikan hukuman yang berat terhadap perbuatan memfitnah, mencuri, membunuh, penggunaan racun, berjudi dan berzina. Pernyataan Muhammad bahwa dirinya nabi, penentangannya terhadap ketidakadilan dalam masyarakat Makkah, dan penegasannya bahwa semua orang yang beriman merupakan satu komunitas universal, meruntuhkan wewenang politik kesukuan. Penolakannya terhadap politeisme benar-benar mengancam kepentingan ekonomi penduduk Makkah yang mengontrol Ka'bah, rumah suci yang menjadi tempat patung-patung sesembahan suku dan merupakan tempat dilakukannya ibadah haji setahun sekali, sumber prestise dan pendapatan keagamaan masyarakat Makkah. Setelah sepuluh tahun, Muhammad merasakan keberhasilan yang terbatas. Jika diukur dengan standar duniawi ia dapat dikatakan gagal. Walaupun dilindungi oleh pamannya yang berpengaruh, Abu Thalib, dan oleh keluarganya, Bani Hasyim, ia sendiri kurang berkuasa dan berwibawa untuk mengatasi penentangan luas dari kaum aristokrat Makkah, yang dipimpin oleh kaum Quraisy, golongan pedagang yang dominan di Makkah. Pada tahun 619, dengan wafatnya sang paman dan istri, Muhammad kehilangan pilar-pilar yang mendukung dan melindunginya, dan menjadi semakin sendiri dan menderita. Kelompok pengikutnya yang hanya sedikit jumlahnya, satu demi satu dibunuh oleh orang-orang Makkah, yang menganggap kerasulan dan pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammad, dengan kecaman-kecamannya yang tidak langsung terhadap status quo politik dan sosial ekonomi, sebagai tantangan terhadap kepemimpinan dan kepentingan mereka. Dengan alasan-alasan inilah ketika ia diundang oleh para pemimpin di kota terdekat, Madinah, sebuah kota oasis pertanian, untuk bertindak sebagai pemimpin di sana, ia dan kelompoknya segera berhijrah pada tahun 622 dan mendirikan sebuah masyarakat Islam (ummah) yang pertama di tempat itu.
Langganan:
Postingan (Atom)