Bulan Ramadlan adalah bulan untuk menggiatkan kaum muslimin dengan ibadah. Di dalam bulan itu digelar berbagai macam ibadah, mupai dari puasa sebagai aktifitas utamanya, qiyamul lail, tilawah al-Qur’an, Shadaqah, dzikir, berdo’a, istighfar, memohon dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam sorga. Orang yang mampu menjaga waktunya, baik di siang hari maupun di malam hari, niscaya ia akan mendapatkan keberuntungan yang besar. Namun perlu diingat, bahwa amal yang diterima oleh Allah harus memenuhi dua syarat, yaitu benar secara syara’ dan ikhlas. Jika bulan Ramadlan diisi dengan berbagai ibadah dengan memenuhi kedua syarat tersebut, alangkah banyaknya pahala yang bisa dikumpulkan.


Untuk mendapatkan kemenangan besar di bulan Ramadlan, maka hendaklah setiap muslim membekali diri dengan pengetahuan tentang amal di bulan ini. Harus mempelajari tentang syarat, rukun dan pembatal puasa. Perlu juga mempelajari hal-hal yang boleh dan hal yang tidak boleh dilakukan di bulan Ramadlan. Dan hal-hal lain yang berkaitan langsung dengan upaya mengoleksikan pundipundi pahala sebanyak mungkin.
Realita selalu saja berbeda dengan yang seharusnya. Banyak orang yang menjalani puasa tanpa pengetahuan yang memadai. Akibatnya mereka melakukan berbagai kekeliruan. Dalam kesempatan ini, marilah kita lihat berbagai kekeliruan yang terjadi agar bisa kita jauhi kekeliruan tersebut.


1- Orang menjalani puasa hanya berdasarkan kepada kebiasaan saja, tidak berdasarkan ilmu, dan juga tidak mau bertanya tentang ilmunya. Sikap ini bertentangan dengan firman Allah….
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (al-Isra’:36)
Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui, (an-Nahl:43)


2- Menyambut bulan Ramadlan dengan permainan dan bersenang-senang. Pada umumnya di masyarakat kita, menjelang datangnya bulan Ramadlan ada tradisi padusan, yaitu mandi di tempat-tempat pemandian umum. Untuk lebih menarik lagi, di tempat pemandian itu diadakan dangdut, campur sari, dan berbagai hiburan lainnya. Acara padusan pun, menjadi ajang hura-hura, yang biasanya didatangi oleh pemuda-pemudi bersama-sama padahal di antara mereka tidak ada hubungan mahram. Secara keseluruhan, acara menjelang Ramadlan justru diwarnai dengan berbagai maksiat.
Ini adalah sebuah kekeliruan, mestinya menjelang Ramadlan umat Islam melakukan taubat, meskipun tidak perlu dilakukan dengan massal. Memperbanyak dzikir, dan mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk menunaikan ibadah Puasa di bulan Ramadlan.


3- Ada juga sebagian umat Islam, yang mau menjalankan puasa tetapi tidak mau melakukan shalat. Ibadah puasa dijalani dengan penuh, tetapi shalat lima waktu ditinggalkan. Ini sebuah kekeliruan, sebab Islam adalah sikap tunduk dan patuh kepada Allah secar muitlak. Islam sebagai sebuah din adalah satu kesatuan yang tidak selayaknya dipilah-pilah dan dipilih-pilih sesuai dengan keinginannya. Firman Allah
Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat (al-Baqarah:85).


Perlu diketahui bahwa shalat adalah tiang agama, orang yang meninggalkan shalat berarti ia merobohkan agama. Jika agama telah roboh, maka puasanya menjadi sia-sia dan tidak ada pahalanya sedikit pun.


4- Berkebalikan dari point di atas, ada sebagian umat Islam yang rajin melakukan ibadah, termasuk juga shalat tetapi hanya di bulan Ramadlan saja. Selama bulan Ramadlan aktif pengajian, aktif ke masjid, shalat berjama’ah, banyak bersedekah, tetapi di luar itu kehidupannya berubah 180 derajat, penuh dengan maksiat.
Fenomena ini bisa diukur dengan kehidupan di layar kaca, televisi. Selama bulan Ramadlan semua penyiar, pemain sinetron, tema sinetron, dan semuanya tampil dengan nuansa ”islami”. Setelah ramadlan usai, usai pula kepura-puraannya.


Ini sebuah kekeliruan besar. Adakah Allah mengharamkan kemaksiatan hanya di bulan Ramadlan, sementara pada sebelas bulan lainnya kemaksiatan itu halal? Adakah Allah mewajibkan ibadah hanya di bulan Ramadlan, setelah itu kewajiban dicabut lagi dan hanya diturunkan setahun ke depan?
Islam mengajarkan agama Islam untuk hidup dan kehidupan manusia sepanjang masa, bukan hanya di bulan Ramadlan. Maka orang yang masih memiliki kebiasaan seperti ini hendaklah bertaubat. Menyesal dan berhenti dari kebiasaan buruk ini, dimulai dari Ramadlan tahun ini. Selanjutnya, senantiasa menjaga ketaatan kepada Allah dan RasulNya. Dalam beribadah ini hendaklah memegang firman Allah;
Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal). (al-Hijr:99)
Dan juga sabda Rasulullah;


عَنْ سُفْيَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الثَّقَفِىِّ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قُلْ لِى فِى الإِسْلاَمِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا بَعْدَكَ قَالَ قُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ فَاسْتَقِمْ
.
Dari Sufyan bin Abdullah ats-Tsaqafi, ia berkata; Aku bertanya, ”Wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku sesuatu di dalam Islam yang tidak akan saya tanyakan kepada seorangpun selain engkau” beliau bersabda, ”Katakanlah, aku beriman kepada Allah lalu istiqamahlah” (HR Muslim)
Istiqamah dalam iman, termasuk juga istiqamah di dalam beribadah. Sebab hakekat iman mencakup amal, yaitu dengan melakukan perintah Allah dan menjauhi laranganNya.


5- Ada orang yang memegangi suatu prinsip, tidurnya orang puasa adalah ibadah. Memang, orang berpuasa itu beribadah. Bahkan ketika dia tidur dalam keadaan berpuasa adalah dalam keadaan beribadah, karena ia berpuasa. Yang menjadi persoalan, dengan prinsip ini lalu seseorang berpuasa dengan malas-malasan, tidak bekerja apa-apa, dan tidak pula melakukan ibadah yang lainnya.
Yang lebih menyedihkan lagi, kalau siang hari mereka tidur dengan prinsip ibadah, tetapi kalau malam justru digunakan untuk begadang. Jika begadangnya diisi dengan baca al-Qur’an masih sedikit lebih baik. Tetapi kebanyakan justru begadang dengan melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat, seperti menonton televisi, menanti pertandingan sepak bola, mendengarkan musik, hanya cerita ke sana ke mari dengan kawan.
Jika malam harinya dihabiskan dengan begadang, tentu siang harinya matanya menjadi ngantuk, dan badan terasa lemas. Sebagai alasannya, dia katakan bahwa tidurnya orang yang puasa adalah ibadah. Jelaslah bahwa kebiasaan ini adalah kebiasaan yang bertentangan dengan sunah Rasulullah saw. Banyak sunnah yang terlanggar dengan begadang, di antaranya rasulullah tidak biasa berjaga setelah isya’ kecuali sekedar untuk belajar dan mengajarkan ilmu agama. Di antaranya lagi, sunnah rasulullah adalah meninggalkan hal-hal yang tidak perlu.


Karena itulah, hendaklah umat Islam tidur seusai melaksanakan qiyam (shalat tarawih), lalu bangun untuk menunaikan sahur. Lalu di siang hari, jika hendak tidur barang sejenak (Qailulah) dipersilakan, tetapi jangan lupa kewajiban dan ibadah-ibadah lain di siang hari. Prinsip yang salah itu harus diluruskan, jika tidur saja ibadah apalagi kalau menambah amal yang lain, maka pahalanya akan berlipat ganda.


6- Ada sebagian orang yang merasa sedih ketika memasuki bulan Ramadlan, dan merasa bahagian dengan selesainya bulan Ramadlan. Kesedihan ini timbul karena tidak memahami nilai yang ada di balik kewajiban berpuasa. Yang tampak di depan mata adalah kewajiban berpuasa sebagai sebuah kesulitan. Betapa tidak di bulan ini makan di siang hari tidak bisa bebas. Bahkan melakukan beberapa bentuk kesenangan di malam hari pun kadang-kadang haraus berhadapan dengan laskar amar ma’ruf nahi mungkar (hisbah). Bagi orang yang telah terbiasa bergelimang dengan kehidupan syahwat maka datangnya bulan Ramadlan adalah sebuah tragedi. Sementara itu berakhirnya bulan Ramadlan merupakan berita gembira, bukan karena dosa-dosanya terampuni tetapi karena ia akan bisa bebas lagi melakukan apa yang mereka mau.

7- Ada juga orang yang sangat menjauhi hal-hal yang membatalkan puasa, tetapi tidak peduli kepada hal-hal yang merusak pahala puasa. Makan, minum dan hal-hal yang membatalkan puasa sangat dijauhi. Tetapi setelah selesai shalat subuh, berbondong-bondong dengan kawankawannya berjalan-jalan keliling kampung. Atau kalau tidak di pagi hari, sore hari menanti datangnya waktu maghrib dengan berjalan-jalan dan mencuci mata. Sementara siang hari dihabiskan dengan bermain game, atau cerita-cerita dengan kawan sehingga penuh dengan ghibah dan namimah. Kadang-kadang melucu, dan agar lucu berdusta, atau mengolok-olok kawan. Semua itu akan merusak pahala puasa seseorang sebagaimana sabda Rasulullah saw;

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

Dari Abu Hurairah ra, ia berkata; rasulullah saw bersabda; Barangsiapa tidak meninggalkan kata-kata dusta dan perbuatan sia-sia maka Allah tidak butuh (pada aktifitas) ia meninggalkan makan dan minumnya (HR al-Bukhari)


8- Dan ada juga yang menjalankan puasa, tetapi di malam hari malas melakukan qiyamul lail, atau shalat tarawih. Fenomena yang biasa nampak, pada hari pertama masjid penuh. Tetapi sepekan pertama, telah mengalami kemajuan shaf, bahkan hingga 50%, maknanya jika semula halaman masjid penuh jama’ah Shalat tarawih, setelah sepekan di halaman sudah tidak ada lagi, tinggal masjid saja yang penuh. Dan setelah setengah bulan, masjid pun menjadi tidak penuh lagi. Ini menunjukkan adanya kemalasan melakukan qiyamul lail. Padahal Rasulullah saw bersabda;

إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ فَإِنَّهُ يَعْدِلُ قِيَامَ لَيْلَةٍ

Sesungguhnya barangsiapa melakukan qiyamul lail bersama imam hingga selesai, maka sesungguhnya hal itu sama dengan melakukan qiyam sepanjang malam (at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan an-Nasa’i)

[muslimdaily.net]